JAKARTA, SAWIT INDONESIA – PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk mencatat penjualan komoditas sawit senilai Rp 245 miliar sepanjang Januari hingga 31 Maret 2016. Kelapa sawit berkontribusi 73% dari pendapatan perusahaan sebesar Rp 334 miliar pada periode sama.
Perseroan ini melakukan serangkaian program revitalisasi perkebunan, pengembangan bibit unggul dan fasilitas produksi untuk menjaga produktivitas kebun inti sawit di tengah masih lemahnya harga komoditas CPO (Crude Palm Oil) dunia pada kuartal pertama. Persolan lain datang dari kebijakan pungutan CPO Fund dan musim kering El-Nino.
“Kami bekerja keras dengan sebaik-baik nya mengatasi kondisi air di kebun akibat kondisi cuaca ekstrim El-Nino tahun lalu, untuk menjaga produktivitas kebun inti sawit dan karet. Kuartal pertama semester pertama umumnya memang siklus produksi rendah, biasanya mulai meningkat pada kuartal kedua dan mencapai puncaknya di kuartal terakhir setiap tahun. Optimalisasi produktivitas pabrik, juga dilakukan dengan pembelian sawit dan karet dari petani yang tidak memiliki pabrik sekaligus membantu kesejahteraan mereka,” kata Andi W. Setianto Direktur Investor Relations UNSP dalam rilis yang diterima Sawit Indonesia pada Selasa (3/5).
Andi Setianto mengatakan harga CPO masih berada di level bulanan rendah USD 530 per ton FOB Malaysia kemudian di Januari yang membaik ke level USD 630 di Maret 2016. Data pasar mencatat tren penurunan harga CPO dari level tertinggi USD 1240 di Februari 2011 hingga ke level terendah USD 480 di Agustus 2015.
Lebih lanjut, Andi menyebut, kondisi El-Nino ditahun 2015 dan program biodiesel domestik menyebabkan berkurangnya ekspor pasokan sawit dunia untuk tahun 2016, dan kondisi itu menjadi katalis perbaikan harga CPO yang mulai terlihat di akhir kuartal 1-2016.
Disisi lain, kebijakan pungutan CPO Fund USD 50 per ton untuk mendukung program biodiesel domestik menyebabkan diskon harga domestik CPO yang diterima Perseroan dan petani dari menjual CPO dan FFB (Fresh Fruit Bunch) di pasar lokal. Bea Keluar CPO yang kembali dipungut Pemerintah mulai Mei 2016 ini, berpotensi menyebabkan berkurangnya pendapatan penjualan produk sawit Perseroan dan petani di pasar lokal.
“Perseroan mengikuti protokol RSPO and ISPO yang menjunjung tinggi prinsip ramah lingkungan dan keberlanjutan. Kita mempunyai kebijakan “zero-burning” (tanpa membakar) dalam melakukan kegiatan perkebunan khususnya aktifitas land clearing sehingga tidak ada kebakaran lahan yang berasal dari kebun Bakrie,” jelasnya.
Direktur Utama UNSP, M. Iqbal Zainuddin menambahkan, strategi peningkatan produktivitas berkelanjutan yang sedang dilakukan akan lebih banyak lagi dirasakan dampak positifnya dalam jangka menengah dan panjang.
“Melanjuti fokus peningkatan produktivitas kebun dan pabrik, kami akan lanjutkan dengan langkah konkrit peningkatan produktivitas aset lainnya dan perbaikan struktur permodalan. Kami optimis, dalam jangka menengah dan panjang nanti perusahaan ini akan kembali bangkit menemukan momentum yang terbaik menjadi salah satu perusahaan perkebunan yang memiliki fundamental bisnis yang kuat,” katanya. (Ferrika Lukmana)