Kebijakan pengutamaan pasar domestik ini bukan hanya berlaku bagi CPO tetapi juga berlaku untuk palm kernel oil (PKO). Dampak dari kebijakan tersebut adalah pangsa untuk konsumsi domestik meningkat (Tomich and Mawardi, 1995; Sato, 1997; Larson, 1996; Susila, 2004; Sipayung, 2012). Bila sebelumnya tahun 1978 berangsur-angsur turun. Hal yang sama juga terjadi pada PKO, pangsa untuk ekspor, makin menurun dan pangsa untuk konsumsi domestik semakin meningkat. Dengan kata lain, untuk pertama kali dalam sejarah agri bisnis minyak sawit indonesia terjadi perubahan draktis dalam orientasi pasar, yakni semula berorientasi ekspor (export orientation) yakni sebelum tahun 1978, menjadi berorientasi pada pasar domestik (domestic market orientation).
Kebijakan Pajak Ekspor Minyak Sawit sebagai bagian dari paket deregulasi, pada waktu itu dikenal sebagai paket deregulasi Juni tahun 1991 (Pakjum 91), pemerintah mengubah kebijakan perdagangan minyak sawit didalam negri. Perusahaan yang dimaksud mencakup tiga aspek yakni, (1) Penerapan pajak ekspor minyak sawit dan produk turunannya, (2) Pengelolaan buffer-stock CPO oleh Badan Urusan Logistik (BULOG) dan memberikan subsidi impor olein jika diperlukan, dan (3) Melanjutkan kebijakan penggunaan 80% produksi CPO perkebunan sawit negara (PTP) untuk kebutuhan dalam negri dengan harga dibawah harga pasar. Kebijakan pasar ekspor yang ditetapkan bersifat variable, yang tergantung pada perkembangan harga minyak sawit dan turunannya dipasar dunia.
Sumber: PASPI