“GAPKI sekarang ini mempunyai posisi yang baik di mata pemerintah sebagai organisasi yang mewakili pengusaha sawit. Seringkali kami diajak berdiskusi untuk dimintakan pendapat dalam penyusunan regulasi,” kata Susanto Yang membuka pembicaraan pada pertengahan Juli 2018.
Susanto Yang menjabat sebagai Wakil Ketua Umum GAPKI Bidang Urusan Kebijakan Publik dalam kepengurusan periode 2018-2023. Tugasnya adalah membangun kerjasama dan sinergi bersama pemerintah salah satunya yang berkaitan dengan regulasi. Pria kelahiran 22 Februari 1966 ini menuturkan regulasi mempunyai peranan penting dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif. Alhasil akan ada perlindungan kepada investasi sawit yang lebih baik.
“Harapan kami, pemerintah melibatkan GAPKI supaya ada masukan dari dunia usaha. Tentu saja, regulasi lebih applicable,”jelasnya.
Sejumlah regulasi yang menjadi sorotan adalah tata ruang, kebijakan perdagangan, dan perburuhan. Dikatakan Susanto, organisasi mengharapkan kebijakan yang dikeluarkan tidak merugikan dunia usaha, dapat dijalankan, dan bermanfaat bagi dunia usaha.
Terkait keterbukaan informasi Hak Guna Usaha (HGU). Menurut Susanto, asosiasi mengikuti arahan pemerintah khususnya kementerian ATR/BPN. Kalaupun informasi HGU harus dibuka, tentu saja pemerintah yang harus membuka data tersebut. “Memang ada kekhawatiran keterbukaan informasi HGU ini dapat disalahgunakan pihak tertentu. Makanya, pemerintah yang berwenang membuka informasi HGU,”jelasnya.
Berikut ini petikan wawancara kami dengan Susanto yang telah malang melintang di dunia perkebunan 30 tahun lamanya. Wawancara ini juga mendapatkan penambahan dari jawaban tertulis. Kegiatan wawancara berlangsung saat kunjungan ke perkebunan sawit PT Agrolestari Mandiri di Kecamatan Nangatayap, Ketapang, Kalimantan Barat, pada pertengahan Juli 2018, sebagai berikut:
Di sejumlah daerah seperti Kalimantan dan Papua, muncul wacana untuk meninjau izin perusahaan perkebunan. Evaluasi dilakukan terhadap kebun yang belum memanfaatkan lahannya. Bagaimana tanggapan bapak terkait persoalan ini?
Evaluasi perlu dilakukan untuk memastikan semua perusahaan menjalankan usahanya sesuai dengan izin yang diberikan sehingga mampu memaksimalkan semua sumber daya yang ada terutama sumber daya alam berupa lahan. Tujuannya memberikan dampak positif pada perkembangan ekonomi dan bidang lainnya di daerah. Namun, perlu dipahami bahwa pemanfaatan lahan oleh perusahaan yang sudah mendapatkan izin (dalam hal ini berupa Izin Lokasi, Izin Usaha Perkebunan ataupun HGU) masih menghadapi beberapa kendala antara lain :
- Perlunya dilakukan pembebasan lahan dari masyarakat atas izin yang sudah diberikan oleh Pemerintahan daerah setempat, disini tergantung kepada masyarakat apakah mereka ingin menyerahkan lahannya atau tidak. Dalam proses ini butuh waktu yang lebih panjang.
- Masa berlaku izin lokasi yang diberikan oleh pemerintahan daerah hanya 3 tahun dan apabila pembebasan lahan bisa melebihi 50%, maka bisa diberikan perpanjangan izin lokasi selama 1 tahun. Itu sebabnya waktu yang diberikan sangatlah singkat sehingga tidak maksimal dalam pembebasan lahan, sehingga berdampak juga pada pemanfaatan lahan untuk usaha perkebunannya.
- Perubahan peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007 menjadi Nomor 98/Permentan/OT.140/9/2013 mengenai Perizinan Usaha Perkebunan dimana Izin Usaha Perkebunan diberikan seluas areal yang dikuasai oleh perusahaan (Ganti Rugi) sedangkan menurut Permentan 26 IUP diberikan seluas Izin lokasi yang diberikan dikurangi dengan areal-areal lainnya yang tidak bisa dimanfaatkan perusahaan.
- Mengikuti Aturan ISPO ataupun RSPO bahwa areal yang memiliki High Conservation Value (HCV) ataupun High Carbon Stock (HCS) harus dijaga kelestariannya, sehingga ada sebagian areal dari Ijin Lokasi yang diberikan yang tidak bisa dibuka dan ditanami sawit.
- Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 pasal 6 ayat 1 disebutkan bahwa “Hak Guna Usaha diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk”. Dalam pasal ini jelas bahwa pemegang HGU dilindungi oleh Hak Penguasaan atas luasan lokasi yang tercantum didalamnya. Kemudian pasal 7 ayat 3 menyebutkan “Sebagai tanda bukti hak kepada pemegang HGU diberikan Sertifikat Hak Atas Tanah” dan pasal 14 ayat 1 yang berbunyi “Pemegang HGU berhak menguasai dan menggunakan tanah yang diberikan dengan HGU untuk melaksanakan usaha di bidang pertanian, perkebunan, perikanan dan atau peternakan.” Dan tidak ada satu pasal atau ayat pun dalam PP no. 40 tahun 1996 ini mengatur mengenai pengurangan Hak atas luasan HGU yang diberikan. Kecuali penghapusan hak yg diatur dalam pasal 12, pasal 13 dan pasal 14, sehingga tidak ada dasar yang jelas untuk melakukan evaluasi atas lahan yang sudah di HGU.