Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menargetkan penyusunan Indonesia Sustainable Palm Oil System (ISPO) untuk industri hilir sawit rampung akhir tahun ini.
Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Kemenperin RI, Emil Satria mengatakan konsumen produk hilir minyak sawit global semakin sadar akan pentingnya aspek keberlanjutan (sustainability), sehingga sustainable palm oil produk menjadi determine value untuk diterima pasar.
Indonesia sebagai negara produsen minyak sawit (CPO/CPKO) terbesar di dunia didorong untuk concern dengan isu sustainability, baik untuk sektor hulu perkebunan maupun sektor hilir rantai pasok dan industri pengolahan.
“CPO/CPKO, selain diekspor sebagai komoditas internasional juga digunakan sebagai bahan baku industri hilir F4 (Fuel, Food, Fine Chem dan Fiber). Akan tetapi, diutamakan diolah di dalam negeri untuk menciptakan nilai tambah dan kebangkitan ekonomi produktif nasional,” ungkap saat menjadi pembicara Dialog Webinar Refleksi 10 tahun ISPO : Percepatan Sawit Indonesia Berkelanjutan yang diselenggarakan Majalah Sawit Indonesia, pada akhir September 2021.
Selain itu, ultimate norms sustainability yang telah disepakati masyarakat global adalah United Nation of Sustainable Development Goals (UN SDGs), yang akan diturunkan menjadi prinsip dan kriteria sustainability di masing-masing sector, termasuk di sector industri kelapa sawit hulu–hilir.
Dalam tataran nasional, telah diterbitkan Peraturan Presiden No. 44/2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia, atau Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
Pengaturan teknis keberlanjutan sektor hulu perkebunan telah ditindaklanjuti melalui Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 38/2020. ”Namun diperlukan pengaturan teknis mengenai rantai pasok dan sektor hilir melalui (Rancangan) Peraturan Menteri yang menangani urusan pemerintahan bidang industri,” ujar Emil Satria.
Visi Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) ISPO hiir kelapa sawit menjadikan produk industri minyak sawit Indonesia berpredikat sustainable kelas dunia dari ujung rantai pasok hulu perkebunan hingga hilir industri pengolahan, sehingga menjadi pemain ekspor terbesar secara global.
Sedangkan misinya yaitu pertama, meningkatkan kesadaran pemangku kepentingan kelapa sawit nasional akan pentingnya aspek keberlanjutan dalam produk industri kelapa sawit nasional.
Kedua, menyusun norma keberlanjutan kelapa sawit Indonesia yang sejalan dengan norma sustainability global dan disesuaikan dengan praktek bisnis industri perkelapa sawitan yang berlaku secara nasional.
Ketiga, membentuk seperangkat peraturan perundangan yang mengatur pelaksanaan norma keberlanjutan kelapa sawit berikut sistem sertifikasi independent, terakreditasi pada lingkup rantai pasok dan industri hilir sawit nasional.
Keempat, melaksanakan sistem sertifikasi sustainability kepada pelaku usaha rantai pasok dan industri hilir kelapa sawit nasional dengan cakupan yang luas, untuk memperkuat basis ekspor kelapa sawit berkelanjutan.
Kelima, mendorong upaya promosi Sistem Sertifikasi Sustainability Rantai pasok dan Industri Hilir Kelapa Sawit (RP-IHKS) agar diterima oleh semakin banyak negara importir produk industri kelapa sawit Indonesia.
Adapun output ISPO RP -IHKS ini berupa Permenperin yang menangani sektor industri, sebagai pairing regulation ISPO hulu Permentan No. 38/2020 (peraturan teknisteknis teknis hulu – hilir).
ISPO hilir sawit bagi perusahaan yang memproses, memproduksi, memasok, atau mengekspor produk minyak sawit dengan menggunakan bahan baku yang berasal dari perkebunan kelapa sawit bersertifikat ISPO atau mengambil kepemilikan sah dan secara fisik menangani produk minyak sawit bersertifikat ISPO di seluruh rantai pasok.
“ISPO hulu ruuang lingkupnya di kebun, pabrik kelapa sawit. Ke depan kita coba ruang lingkupnya di kelompok industri hilir kelapa sawit mengolah bio-organik fertilizer yang berasal dari pelepah, cangkang dan POME. Kemudian kelompokindustri rafinasi, fraksionasi dan packing yang produknya dapat diekspor,” terang dia.
Struktur pengaturan ISPO hilir sawit dalam norma pedoman dan tata cara yang dianggap laing relevan dari pilihan norma pengaturan lain yang tersedia di lingkup pembinaan teknis Kementerian Perindustrian yakni Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Spesifikasi Teknis (ST) berdasarkan seperangkat aturan penilain kesesuaian oleh kementerian pembina teknis.
Sistem norma dan sertifikasi industri hilir dan rantai pasok, ditekankan kepada aspek rantai pasok, tidak pada per produk hilir karena ada ratusan ragam jenis. “Sehingga lebih sederhana dan meudahkan implementasi,’ ujar Emil Satria
Ada lima azas dasar yang menjiwai implementasi sertifikasi ISPO yakni nilai (value), market oriented, educative, massive use dan pengakuan regulasi yang sudah ada (acknowledge existing national regulation).
Selain itu, mengedepankan mekanisme reward bagi pelaku usaha industri yang mempunyai sertifikat ISPO hilir. Pertama, insentif atas kepemilikan sertifikasi. Kedua, menjadi mitra prioritas kementerian terkait pelayanan kepada industri.
Ketiga, fasilitasi keikut sertaan pada even promosi yang diadakan atau diikuti oleh Kemenperin. Keempat, memasukan sertifikasi traceability berbasis IT ISPO hilir sawit di platform industri 4.0. Pada periode awal iplementasi ISPO ini aspek edukasi akan lebih dikedepankan untuk mencapai percepatan sertifikasi industri hilir.
Sementara itu, postur batang tubuh yang berisi norma tata cara dan impementasi pedoman termasuk aturan penandaan bagi pelaku usaha memenuhi persyaratan. Sedangkan lampiran berisi substansi sustainability dan traceability yakni prinsip dan kriteria sustainability, skema sistem sertifikasi dan aturan penggunaan logo.
“Sistem dan norma sustainability direncanakan selesai pada akhir 2021 ini bersifat living document, artinya dapat dikembangkan sesuai perkembangan zaman dan tuntutan pasar global. Dengan demikian perubahan lampiran permenperin dapat direspon secara dinamis tanpa mengubah norma pengaturan yang tercantum dalam batang tubuh,” ungkap dia.
Kemudian lampiran permenperin berisi substansi yang disusun dengan melibatkan kompetensi yang beragam melibatkan pelaku usaha, termasuk juga mengakomodasi update terbaru kebutuhan sertifikasi sustainability oleh eksportir.
Hal ini mendukung upaya penguatan pasar ekspor produk-produk hilir kelapa sawit, tidak hanya ke negara tujuan konvensional. “Tetapi juga negara tujuan ekspor potensial baru atau negara maju yang memiliki persyaratan keberlanjutan yang ketat,” kata Emil Satria.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit indonesia, Edisi 120)