Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) memiliki enam isu yang menjadi fokus untuk meningkatkan produktivitas industri sawit.
Eddy Martono, Sekretaris Jenderal GAPKI menjelaskan bahwa menjelaskan bahwa industri kelapa sawit berperan menjaga agar neraca perdagangan RI tetap positif di tengah pandemi Covid-19 ini. Seperti diketahui, pada tahun 2020, neraca perdagangan RI tercatat surplus US$ 21,7 miliar atau meningkat dibandingkan tahun 2019 yang sebesar US$ 20,2 miliar. Kelapa sawit juga menyumbang devisa mencapai US$ 22,97 miliar.
“Bagaimana kalau tidak ada sawit. Kontribusi kelapa sawit terhadap ekspor sangat besar,” jelas Eddy.
Menurutnya, selama pandemi setelah Mei 2020 ekspor nasional terus meningkat dan kontribusi sawit terhadap nilai ekspor nasional meningkat dari 11%-13% menjadi 17%-18%. Saat ini, sebagian besar produk sawit diekspor. “Lebih dari 70% Ekspor produk sawit dalam bentuk olahan,” jelasnya.
Saat ini, dikatakan Eddy, pengunaan produk sawit tidak hanya untuk produk lokal, namun berbagai produk luar negeri juga menggunakan sawit. Penggunaan minyak sawit dijumpai mulai dari Minyak goreng, permen cokelat, biskuit, sabun, kreamer, shampoo desinfektan.
Tidak hanya itu, sawit juga berperan dalam penyerapan tenaga kerja di hulu hingga hilir, sumber bahan baku biofuel, bahkan pendukung program kesehatan. Minyak sawit tidak hanya digunakan perusahaan-perusahaan lokal, tetapi juga perusahaan multinasional seperti Coca Cola, Kraft, P&G, Nestle, dan lainnya.
Dalam presentasinya, Eddy Martono menjelaskan bahwa ada enam fokus penting yang menjadi perhatian GAPKI. Pertama, peningkatan Kemitraan dan Percepatan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) melalui penggunaan klon-klon unggul, peningkatan pengelolaan kebundan peningkatan produktivitas. “GAPKI berkomitmen membantu Pemerintah dalam program PSR,” ujarnya.
Kedua, meningkatkan penerapan sustainability/ISPO di mana GAPKI berkomitmen kepada seluruh anggota GAPKI telah sertifikasi ISPO tahun 2021. Langkah ini diambil melalui program klinik ISPO yang diadakan GAPKI cabang.
Ketiga adalah pengawalan dan penerapan pelaksanaan UU Cipta Kerja yaitu memastikan bahwa peraturan perundangan turunan dari UU Cipta Kerja tidak tumpang tindih dan tidak menghambat keberlanjutan usaha industri sawit.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 118)