JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Direktur Jenderal (Dirjen) Pengadaan Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Arie Yuriwin menjelaskan sembilan point utama dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja khususnya dalam klaster Pengadaan Tanah saat menjadi pembicara Social Safeguards Forum (SSF) melalui aplikasi Zoom dan Youtube pada Jumat (01/05/2020). Tema diskusi ini “Proses Pengadaan Tanah yang Layak dan Adil, Kunci Sukses Pembangunan Infrastruktur”.
Pada kesempatan tersebut, Dirjen Pengadaan Tanah Kementerian ATR/BPN mengungkapkan terdapat 9 poin penting pada Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja khususnya dalam klaster Pengadaan Tanah. “Pertama tentunya kita akan melakukan beberapa perubahan materi di dalam UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum,” ucap Arie Yuriwin.
Sebagai contoh ia menjelaskan Kementerian ATR/BPN akan membantu memfasilitasi dalam penyusunan dokumen perencanaan. “Nah, sekarang kita sedang menyiapkan draf rancangan Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN mengenai petunjuk teknis penyusunan dokumen perencanaan pengadaan tanah,” ungkapnya dalam laman resmi Kementerian ATR/BPN.
Kedua, Kementerian ATR/BPN akan membantu proses pengadaan tanah dalam kawasan hutan dengan mekanisme pelepasan tanah kawasan hutan, tanah kas desa, tanah wakaf hingga tanah aset instansi pemerintah. Ketiga, pada Pasal 10 UU Nomor 2 Tahun 2012 terdapat 18 poin yang akan diperluas cakupannya, termasuk di dalamnya untuk kepentingan pengadaan tanah kawasan ekonomi khusus (KEK), kawasan objek wisata, kawasan industri, dan kegiatan hilir migas yang sebelumnya belum masuk dalam kepentingan umum. “Kita akan perluas masuk dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja,” tutur Arie Yuriwin.
Keempat, dalam Omnibus Law Cipta Kerja diatur penetapan lokasi berlaku selama 3 tahun dan perpanjangan 1 tahun tanpa adanya proses dari awal kalau seandainya perlu adanya pembaruan penetapan lokasi. Kelima, Kementerian ATR/BPN memikirkan bagaimana mekanisme jenis ganti rugi mengenai kepemilikan saham. “Apakah nanti dimungkinkan apabila yang selama ini ganti rugi dalam bentuk uang, tanah pengganti atau pun relokasi, tetapi bagaimana dalam proses pengadaan tanah ini masyarakat bisa sharing dalam kepemilikan saham,” ujarnya.
Keenam, Kementerian ATR/BPN akan menyiapkan bank tanah sebagai proses untuk menjamin tersedianya tanah untuk pembangunan. Ketujuh, dalam UU Omnibus Law akan menegaskan mengenai penguasaan tanah negara yang selama ini sering menyebabkan konflik antar pelaksana pengadaan tanah dengan aparat penegak hukum. Kedelapan, Kementerian ATR/BPN akan menjamin ketersediaan lahan pangan berkelanjutan dalam hal untuk pengadaan tanah. “Jadi lahan pangan berkelanjutan tetap kita pertahankan untuk lahan pertanian dan hanya bisa dilepas dari lahan pertanian apabila untuk kepentingan umum atau pun untuk kepentingan negara,” imbuhnya.
Kesembilan, proses pemberian hak pengelolaan seperti Hak Guna Usaha (HGU) atau Hak Pakai akan diberikan langsung sekaligus dengan perpanjangannya. Termasuk juga pengaturan pemanfaatan hak ruang atas tanah dan bawah tanah yang selama ini juga belum terfasilitasi dalam UU Nomor 2 Tahun 2012. “Karena ke depan pembangunan seperti pembangunan MRT atau LRT, kita memerlukan ruang bawah tanah ataupun atas tanah, ini juga akan kami fasilitasi dalam Omnibus Law,” jelasnya.