Oleh: Delima P Sembiring (Mahasiswi USU)
Perkembangan Kelapa Sawit
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas primadona Indonesia yang memiliki peran dalam perekonomian. Berdasarkan Laporan Statistik Kelapa Sawit Indonesia (2018), subsektor perkebunan, termasuk kelapa sawit di dalamnya menyumbang 471 triliun rupiah atau sekitar 3,47 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2017. Dilhat dari sisi ketenagakerjaan, industri kelapa sawit mampu menyerap 16,2 juta tenaga kerja dengan rincian 4,2 juta tenaga kerja langsung dan 12 juta tenaga kerja tidak langsung (Bappenas 2018).
Keunggulan-keunggulan yang dimiliki Indonesia dalam komoditas kelapa sawit menjadikan Indonesia mampu untuk mengekspor minyak kelapa sawit ke berbagai belahan dunia. Uni Eropa merupakan salah satu pasar tujuan ekspor utama komoditas minyak kelapa sawit dengan share 16,35 persen dari total ekspor kelapa sawit Indonesia ke dunia. Pada 2017, sekitar empat juta ton minyak kelapa sawit di Eropa digunakan untuk pembuatan biodiesel. Selain itu, minyak kelapa sawit diolah menjadi berbagai komoditas turunan dengan nilai tambah yang lebih tinggi, seperti produk pangan, farmasi, kosmetik, dan lain sebagainya.
Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals)
Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses pembangunan yang lebih inklusif dan berkualitas. Paradigma pembangunan ini telah dijadikan PBB sebagai platform pembangunan global 2015-2030 yang dikenal dengan Sustainable Development Goals 2030 (SDG’s 2030). Sebagai platform pembangunan global setiap negara, sektor, daerah, industri diharapkan mengadopsi dan berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan memiliki tiga pilar yakni aspek ekonomi, sosial dan ekologis yang sering disebut 3-P (profit, people, planet). Pembangunan berkelanjutan tidak hanya cukup atau eksklusif menghasilkan manfaat-manfaat ekonomi tetapi juga memberikan manfaat sosial dan manfaat ekologis secara lintas generasi. Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu hal yang relatif dan bersifat spesifik negara, sektor maupun industri.
Kaitan Hilirisasi Industri Minyak Sawit Bagi SDGs
Indonesia telah memiliki kebijakan hilirisasi industri minyak sawit. Memang sebelum tahun 2008 kebijakan hilirisasi berjalan secara revolusioner tanpa dukungan kebijakan yang fokus pada hilirisasi minyak sawit. Sejak tahun 2008, kebijakan hilirisasi semakin fokus dan intensif terutama untuk menyelamatkan pertumbuhan produksi CPO yang makin cepat.
Secara garis besar ada tiga jalur strategi hilirisasi minyak sawit di dalam negeri yakni (1) Jalur Hilirisasi Oleofood ( minyak goreng, margarin, specialty fat dan oleo pangan lainnya); (2) Jalur Hilirisasi Oleo kimia untuk menghasilkan produk yang lebih hilir seperti surfactan, lubricant dan lain-lain, dan (3) Jalur hilirisasi Biodiesel untuk menghasilkan energi nabati berbasis sawit (fatty acid methyi ester) sebagai subsitusi energi fosil. Melalui berbagai jalur hilirisasi tersebut diharapkan akan diperoleh produk-produk hilir sawit yang lebih memiliki nilai tambah.
Kontribusi industri minyak sawit dalam pencapaian SDGs terkait dengan multifungsi perkebunan itu sendiri. Dengan demikian, kontribusi industri minyak sawit dalam pencapaian SDGs 2030 Indonesia mencakup baik aspek ekonomi, sosial maupun lingkungan hidup. Perkebunan kelapa sawit Indonesia yang saat ini berkembang pada 190 kabupaten di pelosok tanah air akan berkontribusi secara signifikan dalam pencapaian SDGs 2030 khususnya kabupaten/provinsi sentra sawit di Indonesia. Perkebunan kelapa sawit memberi kontribusi baik secara ekonomi, sosial dan lingkungan bagi pencapaian SDGs tersebut.
Secara empiris kontribusi industri minyak sawit dalam ekonomi telah banyak terbukti antara lain yakni mendorong pertumbuhan ekonomi (nasional dan daerah), sumber devisa dan pendapatan negara. Kontribusi industri minyak sawit dalam aspek sosial antara lain adalah peranannya dalam pembangunan pedesaan dan pengurangan kemiskinan. Berbagai penelitian juga membuktikan bahwa peranan ekologis dari perkebunan sawit mencakup pelestarian daur karbon dioksida dan oksigen, restorasi degraded land konservasi tanah dan air, peningkatan biomas dan karbon stok lahan serta mengurangi emisi gas rumah kaca/restorasi lahan gambut. Dengan paradigma yang komperehnsif tersebut, maka industri minyak sawit Indonesia terus tumbuh dalam perspektif berkelanjutan. (*)