JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Kalangan ekonom menyayangkan pernyataan yang dibuat Thomas Lembong, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) terkait investasi di sektor kelapa sawit sudah kebablasan. Pasalnya, statement tersebut menunjukkan Thomas Lembong tidak mengerti peranan industri sawit terhadap perekonomian nasional.
Aviliani, Pengamat Ekonomi, mengatakan bisnis sawit sebagai intermediate product dari industri makanan dan kosmetik masih dibutuhkan. Apalagi jumlah penduduk terus meningkat dari tahun ke tahun dan ini termasuk peranan sawit kepad energi alternatif.
“Jadi tidak tepat kalau dikatakan kebablasan (sawit ini). Justru perlu mendapatkan dukungan untuk menjadi produk hilir. Ke depan, prinsip bisnis menjadi global value chain dan ekspor terbesar Indonesia tetap CPO,” jelas Aviliani kepada SAWIT INDONESIA dalam layanan pesan singkat, Selasa (9/8).
Pada Senin kemarin (8/8), Thomas Lembong, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal menilai investasi sektor kelapa sawit Indonesia sudah kebablasan. Terutama, ketika harganya sempat naik tinggi, banyak investor menanamkan investasi di sektor tersebut.
“Misalnya begini, Pak Presiden umumkan morotarium sawit, salah satu pertimbangannya kita kebablasan dengan sawit. Ketergantungan berlebihan karena sebagai ekspor non migas nomor satu, kalau ada apa-apa ekonomi kita kena,” ujar mantan Menteri Perdagangan ini seperti dilansir sejumlah media nasional.
Tungkot Sipayung, Pengamat Pertanian dari Institut Pertanian Bogor menyebutkan dengan statemen Thomas Lembong bahwa industri sawit kebablasan menunjukkan ketidakmengertiannya tentang industri sawit dan bagaimana membangun ekonomi. Padahal tugas Thomas Lembong sebagai kepala BKPM adalah bagian pengelolaan pembangunan ekonomi.
Tungkot mempertanyakan dasar pernyataan Thomas Lembong bahwa investasi sawit perlu dikurangi dan kebablasan. Pasalnya, industri sawit penghasil devisa ekspor yang cukup besar. Sampai semester pertama tahun ini, nilai ekspor sawit sebesar US$ 8 miliar sehingga neraca perdangan RI surplus US$ 3,6 miliar.
“Jika tak ada ekspor sawit neraca perdagangan defisit 4.4 miliar dolar. Ekspor sawit sebagai penyelamat neraca perdagangan dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Nah apa ini kebablasan?” Tanya Tungkot.
Ditambahkan Tungkot, industri sawit yang berkembang di 190 kabupaten dan melibatkan 3 juta petani sawit, ribuan UKM suplier, menyerap sekitar 9 juta tenaga kerja. Telah terbukti secara empiris termasuk Bank Dunia bahwa perkebunan sawit sangat berperan dalam pembangunan daerah dan pengurangan kemiskinan. Apakah ini yg disebut kebablasan?
“Industri sawit berbasis di dalam negeri, menggunakan sumberdaya domestik. Bukan seperti industri lain yg berbasis impor,” jelasnya.
Menurut Tungkot, industri sawit indonesia tersebut berkembang tanpa bebani dana pemerintah. Semua atas kreatifitas petani dan pengusaha. Selama ini setiap tahun ada investasi baru di industri sawit hampir 100 triliun termasuk investasi petani sawit. “Kepala BKPM silahkan tanya bank bank BUMN bagaimana besarnya investasi sawit selama ini,” tegas Tungkot.
Sebaiknya, kata Tungkot, Kepala BKPM jangan terima saja pandangan LSM anti sawit yang disponsori pesaing indonesia. Sebagai pejabat pemerintah harus pro pembangunan karena itu adalah amanat konstitusi. Jadi industri sawit sudah on the right track dan tidak kebablasan. Yang kebablasan adalah statement kepala BKPM itu,” ungkapnya. (Qayuum)