Ternyata dalam acara itu hadir juga Dirjen Perkebunan Achmad Mangga Barani dan beberapa rekan pengusaha kelapa sawit lain seperti Susanto dan Edy Lukas. Tampak dibelakang meja utama panelis terdapat spanduk besar dengan tulisan : “DICARI: Pengusaha Kelapa Sawit Terbaik yang Mendukung Penghentian Deforestasi di Indonesia”. Saya sepakat dengan kalimat pada spsnduk itu. Perkebunan yang baik adalah perkebunan yang turut menjaga lingkungan karena sejatinya lingkungan pula yang memberikan perkebunan penghidupan.
Apapun yang terjadi, saya tetap melihat forum itu sebagai satu kesempatan untuk berdialog. Beberapa orang termasuk saya diberi kesempatan bicara. Dirjen Mangga Barani angkat bicara duluan. Dia mengemukakan negara kita sebagai negara yang berdaulatpunya peraturan sendiri mengenai pengelolaan hutan dan kebun. Memang betul, republik ini pun punya Undang-Undang Kehutanan No. 41 Tahun 2004 yang mengatur wilayah hutan dan penegelolaan hutan.
Ketika giliran saya bicara, saya katakan bahwa kita meski melihat permasalahanya secara menyeluruh. Hutan di Indonesia ini cukup besar, dari 191 juta hektar wilayah daratan Indonesia, ada sekitar 133 juta hektar lahan hutan. Wilayah hutan itupun terbagi-bagi , sesuai dengan yang diatur oleh Departemen Kehutanan: ada taman nasional, ada hutan lindung, hutan produksi dan suaka margasatwa untuk gajah, untuk harimau, untuk orang utan dan untuk semua binatang langka yang dilindungi. Sebagian areal tersebut dipakai untuk pertanian sebagian lagi dipakai untuk hutan konversi. Yang penting adalah penegakan hukum agar ketentuan Departemen Kehutanan itu bisa dipatuhi oleh semua pihak, termasuk pengusaha perkebunan sawit. Kalau dikatakan moratorium, saya tidak setuju. Pengertian mengenai hutan juga masih berbeda-beda.
Sumber : Derom Bangun