PT Astra Agro Lestari Tbk sedang menyelesaikan pengembangan varietas benih sawit sendiri. Strategi perusahan mengejar target produktivitas 35 ton per hektare dan rendemen sebesar 25%. Material kebun induk diperoleh dari PPKS dan Kamerun.
Sebagai perusahaan kelapa sawit terbesar di Indonesia, Astra Agro telah mengembangkan pembangunan kebun induk material tanaman sawit. Koleksi tanaman induk ini nantinya digunakan bagi pembuatan benih sawit sesuai kebutuhan Astra Agro. Satyoso Harjotedjo, Kepala Divisi R&D Agronomi PT Astra Agro Lestari Tbk, mengatakan rencana pembangunan kebun induk semenjak awal tahun 2000. Salah satu rencananya, menjalin kerjasama dengan Kostarika tetapi terkendala krisis ekonomi sehingga pada saat itu lebih diprioritaskan menanam tanaman baru.
Setelah itu tahun 2005, kembali dilakukan penjajakan dengan negara lain tetapi menghadapi kendala perizinan dari negara asal. Barulah pada 2007, Astra Agro dapat menggandeng Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) yang memberikan izin untuk menduplikasi beberapa tanaman induknya. Selain itu, hasil persilangannya sama dengan yang diproduksi PPKS.
Menurut Satyoso, duplikasi ini merupakan strategi untuk memenuhi kebutuhan internal dan kepentingan pekebun kecil di sekitar kebun Astra serta mencegah penggunaan bibit palsu.
Menurut Satyoso, pembangunan kebun induk bergantung dari kerjasama dengan lembaga penelitian lain yang memiliki koleksi tanam induk. Kecil kemungkinan bagi perusahaan untuk mempunyai koleksi tanaman induk yang dilakukan sendiri. Karena butuh waktu sampai berpuluh-puluh tahun untuk mendapatkan tanaman induk terpilih dari hasil seleksi.
“Pengamatan tanaman induk terpilih minimum akan memakan waktu hingga 10 tahun,” ujar Satyoso. Luas kebun induk sebelum diseleksi 125 hektare. Jumlah pohon induk Dura sudah diseleksi kurang lebih 300 pohon dari hasil kerjasama dengan PPKS. Proporsi pohon induk Dura sebesar 70% dari total luas kebun induk.
Koleksi kebun induk Astra Agro semakin bertambah dengan kedatangan material tanaman dari Institute Recherche de Agricole pour le Developpement (IRAD), yang berpusat di
Kamerun. Material ini datang sekitar tahun 2011-2012. Bahan tanaman induk dari Kamerun adalah tanaman induk dura dan jantan pisifera dari berbagai silangan yang akan dicoba silangkan untuk memproduksi benih DxP (Tenera). Menurut Satyoso, hasil persilangan bukan hanya menduplikasi yang ada seperti di negara asalnya, Kamerun.
“Alasan mengambil material kebun induk dari Kamerun karena memiliki variasi genetik yang cukup baik dan luas. Variasi genetik ini memungkinkan peluang untuk mendapatkan varietas yang beragam sesuai dengan kebutuhan spesifik,”kata Satyoso.
Dionisius Neing, Asisten Kebun Induk PT Astra Agro Lestari Tbk, mengatakan persilangan yang dibawa dari Kamerun berjumlah 99 material. Karakteristik material Kamerun mempunyai karakter yang istimewa seperti tangkai pendek dan jumlah buah sawit lebih banyak. Ditambahkan kembali, terdapat lima polinator di kebun induk yang terdiri dari empat polinator dura dan satu polinator pisifera.
Berdasarkan target perusahaan, benih hasil duplikasi tanaman induk PPKS mulai diproduksi tahun ini. Sedangkan, hasil silangan tanaman induk Kamerun mulai menghasilkan benih pada 2018 karena tanaman induk pertama ditanam mulai tahun 2011. Satyoso Harjotedjo menjelaskan butuh waktu selam empat tahun untuk pengamatan tanaman induk dan memastikan performa setelah masa TBM berumur tiga tahun atau tujuh tahun sejak ditanam.
Ditambahkan Satyoso, produksi benih akan bergantung jumlah tanaman induk yang diperoleh setelah seleksi. Ditargetkan mulai dari tahun 2017-2020, produksi benih Astra Agro sebanyak 6 juta-7 juta kecambah. Sebagian besar benih tersebut memenuhi kebutuhan internal perusahaan bagi kepentingan peremajaan tanaman. “Diharapkan tanaman replanting (tanaman generasi kedua) kami merupakan tanaman dengan varietas baru yang jauh lebih baik dari tanaman sebelumnya (generasi pertama),” ujarnya.
Direncanakan produksi benih yang pertama kalinya nanti menghasilkan tiga jenis varietas bernama Astra 1, Astra 2, dan Astra 3. Karateristik yang diharapkan, kata Satyoso, sesuai rencana pemuliaan tanaman adalah benih dengan produksi tinggi, sesuai dengan karakteristik iklim setempat, pertumbuhan tinggi tanaman seminimal mungkin, dan tahan terhadap serangan penyakit. Namun, menurutnya, karakteristik detail belum dapat disampaikan karena pengujian masih berjalan.
Pengembangan varietas benih tidak sebatas tiga jenis tadi. Sebab jumlah varietas baru menyesuaikan dengan pengamatan pada tanaman uji progeny (uji tanaman hasil silangan) yang juga sedang dan sudah ditanam.
Beragam fasilitas dipersiapkan perusahaan untuk mendukung kegiatan pembenihan sawit. Fasilitas pengecambahan (pemanasan sampai berkecambah) sudah dibangun semenjak 2007. Fasilitas ini membantu perusahaan untuk dapat mengecambahkan benih (unheated seed) yang berasal dari PPKS, sehingga dipakai bagi kebutuhan internal.
Menurut Satyoso, fasilitas pengecambahan membuat perusahaan untuk mensuplai kebutuhan petani di sekitar perkebunan Astra Agro di Kalimantan. Jumlahnya masih sedikit kurang lebih 500 benih). Hal ini sangat membantu petani sawit karena akses mereka terbatas untuk langsung membeli dari produsen benih sawit yang sebagian besar dari Sumatera. Lalu, petani juga terhindari dari pembelian benih palsu.
Sekitar Maret 2014, perusahaan membangun fasilitas seed preparation untuk produksi benih sendiri yang berasal dari kebun induk duplikasi PPKS. Satyoso menjelaskan fasilitas ini seed preparation memiliki desain ruang lebih baik sehingga proses kontrol produksi lebih terkendali dengan alat yang lebih hemat energi.
Dengan mengembangkan benih sendiri, menurut Satyoso, berguna bagi perusahaan untuk mendapatkan tanaman sesuai dengan karakteristik lahannya. Sebagai contoh lahan di Kalimantan di mana lokasi kebun induk berada. Manfaat lainnya, perusahaan mengejar target karakteristik produksi lebih dari 35 ton per hektare dan kandungan minyak lebih dari 25%. Serta pertumbuhan tanaman lebih pendek dan dapat ditanam dengan kerapatan tanam yang lebih tinggi.
Beberapa waktu lalu, Rusman Heriawan, Wakil Menteri Pertanian, menyatakan dukungannya kepada pihak swasta yang mengembangkan benih sawit. Sebab langkah ini merupakan solusi tepat ditengah keterbatasan lahan untuk perluasan kebun sawit. Bagi swasta yang berencana menjual benih sawitnya secara komersial, diwajibkan mempunyai perijinan dari Kementerian Pertanian.
Menurutnya, izin ini bermanfaat membantu masyarakat guna memperoleh benih sawit yang berkualitas. Saat ini, banyak perkebunan sawit petani dan swasta yang memasuki masa peremajaan tanaman akibat tanaman tua. Sehingga dibutuhkan benih sawit dengan kualitas baik.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, jumlah sumber benih sawit sebanyak 10 perusahaan antara lain Pusat Penelitian Kelapa Sawit, PT Socfindo, PT Dami Mas, PT PP London Sumatera Tbk, PT Tania Selatan, PT Bina Sawit Makmur, PT Tunggul Yunus Estate, PT Sarana Inti Pratama, PT Bakti Tani Nusantara, dan PT Sasaran Ehsan Mekarsari. Total realisasi produksi benih sawit sampai 2013 berjumlah 128,5 juta kecambah. Sementara itu, jumlah kapasitas terpasang 227 juta kecambah. (Qayuum Amri)