Ukuran keberhasilan peneliti adalah sampai kapan pun pemikiran dan kemampuannya tetap dibutuhkan pihak lain. Dalam pandangan Zulkarnain Poeloengan,seorang peneliti sebaiknya memahami perkembangan zaman. Bukan saja punya kompetensi yang bagus tetapi mampu membangun jaringan dengan pihak lain.
“Pengetahuan yang mereka (peneliti) tidak boleh untuk dirinya sendiri. Sebaiknya diajarkan kepada pihak lain,” kata ayah dua anak ini dalam wawancara dengan Tim Redaksi Majalah SAWIT INDONESIA pada awal Februari 2016 di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta.
Zulkarnain berpandangan bahwa lembaga penelitian jangan bergantung pada pembiayaan dari negara. Akan lebih bagus kalau dapat menuangkan program dan gagasan yang dimiliki kepada pemangku kepentingan industri. Pembiayaan dari pemerintah dibutuhkan dalam proses pembentukan kemampuan awal seorang peneliti. Setelah itu, dengan kemampuan yang dimilikinya seorang peneliti dapat menawarkan gagasannya kepada pihak lain.
Menyambut 100 tahun Pusat Penelitian Kelapa Sawit yang jatuh pada tahun ini. Kami mewawancarai Bapak Zulkarnain Poeloengan yang pernah menjabat Direktur Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) periode 2000-2004. Sebagai lembaga penelitian, PPKS harus terbuka untuk dinilai pihak lain baik itu pelaku industri dan lembaga lain.
- ••
Di usianya yang ke-100 tahun, bagaimana peranan PPKS di kancah industri sawit nasional?
Saya merasakan PPKS sejak 40 tahun lalu saat mulai berkarir di PPKS, untuk menghasilkan seorang peneliti belum ada program yang komprehensif, kecuali dalam hal peningkatan kemampuan secara akademis. Yang saya maksud dengan program yang komprehensif tersebut meliputi antara lain peningkatan kemampuan akademis, pengetahuan dunia industri terkait, managemen riset, memasarkan program penelitian/konsep, komunikasi riset, membangun jejaring dengan para peneliti terkemuka dan pelaku industri serta lembaga pemerintah yang terkait. Selain itu pemahaman pengetahuan tentang aspek teknis, ekonomis dan legalitas yang terkait dengan kerjasama penelitian juga tidak kalah pentingnya. Dengan demikian menurut hemat saya, keberhasilan peneliti sangat ditentukan oleh dirinya sendiri.
Seperti apa ukuran keberhasilan seorang peneliti?
Ukuran saya peneliti yang berhasil seharusnya sampai kapanpun masih dibutuhkan oleh user baik sebagai peneliti maupun sebagai advisor ataupun praktisi. Kualitas peneliti juga tidak kenal umur dan tidak kenal waktu. Selain itu, tugas peneliti juga harus meningkatkan dan membina peneliti lain.
Dalam edisi sebelumnya disebutkan bahwa masalah lembaga riset seperti PPKS kurangnya dukung pembiayaan dari pemerintah. Bagaimana tanggapan bapak mengenai masalah ini ?
Setuju dalam hal pembentukan seorang calon peneliti menjadi peneliti yang berkualitas. Namun setelah menjadi peneliti yang handal harus mampu membuat brand image dan memasarkan proposal penelitiannya kepada pengguna, terutama yang terkait dengan industri. Adakalanya industriawan yang aktif mencari peneliti untuk menyelesaikan masalah di perusahaannya. Berdasarkan pengalaman saya, beberapa perusahaan yang punya masalah di perkebunannya, secara proaktif meminta untuk memecahkan permasalahan tersebut.
Menurut hemat saya untuk menghasilkan proposal penelitian seorang peneliti, tidak akan lebih baik proposal yang dihasilkan jika hanya dilakukan sendiri karena proposal yang baik harus bersifat komprehensif. Dengan demikian untuk menghasilkan proposal yang baik tersebut diperlukan peneliti-peneliti handal dari berbagai bidang keahlian. Hal ini menunjukkan bahwa seorang peneliti harus mampu mencari peneliti yang mempunyai kompetensi dan karakter yang diperlukan dalam projek penelitian tersebut.
Tadi Bapak katakan seorang peneliti harus punya konsep yang bagus. Bagaimana membentuk peneliti yang kreatif dan inovatif?
Pertama, kreativitas itu datangnya nggak ujug-ujug karena untuk memiliki kreativitas berdasarkan pengalaman saya diperlukan proses dengan cara antara lain melakukan penelitian yang bersifat adaptif dan modifikasi. Berjalan dengan waktu dan kesempatan untuk menyelesaikan tantangan akan muncul ide yang original.
Kedua, harus mampu membaca permasalahan dan pemecahannya. Sebagai contoh permasalahan akhir-akhir ini di perkebunan kelapa sawit seperti produktivitas turun akibat El Nino dan harga produk turun, sementara upah tenaga kerja meningkat.
Di usianya ke- 100, apa saran Bapak bagi kemajuan PPKS?
Pertama, perlu dirumuskan standard operating procedure untuk menghasilkan calon peneliti menjadi peneliti yang handal, antara lain perlu dipertimbangkan dari aspek akademis dan karakter/psikologis. Saran saya, penguasaan ilmu-ilmu dasar sangat perlu dipertimbangkan dalam persyaratan untuk menjadi peneliti. Penguasaan ilmu-ilmu dasar sangat diperlukan untuk membuat proposal dan pelaksanaan penelitian, agar diperoleh hasil yang maksimal.
Kedua, PPKS secara kelembagaan dan penghasil produk penelitian dan pemberi layanan atas penjualan produknya sebaiknya meminta penilaian dari institusi yang independent. Ukuran penilaian tersebut tidak sebatas sertifikat saja, melainkan ada pengakuan dari pihak lain seperti perusahaan/industri terkait yang terkemuka, lembaga penelitian lain yang bertaraf nasional/internasional dan peneliti yang menguasai komoditasnya dan terkemuka.
Ketiga, peneliti harus mampu membaca situasi dan kondisi perkelapasawitan, mulai dari aspek teknis, ekonomis, sosial, lingkungan dan manajemen.
PPKS memberikan pelayanan jasa dan riset kepada pelaku perkebunan. Bagaimana memperkuat peranan PPKS dalam hal jasa pelayanan ?
Supaya lebih eksis sebaiknya kualitas pelayanan dapat ditingkatkan baik dari aspek kualitas, waktu dan komunikasi. Sebagai contoh, dalam hal penyusunan rekomendasi pemupukan, sebaiknya pendekatannya bersifat kuantitatif bukan kualitatif.
(Lebih lengkap baca Majalah SAWIT INDONESIA Edisi 15 Maret-15 April 2016)