JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Sebagai praktisi pertanian, Winarno Tohir memiliki gagasan menyejahterakan petani Indonesia yang dituangkan dalam buku “Pertanian Presisi untuk Menyejahterakan Petani”, yang diluncurkan pada Senin (15 April 2019), di Jakarta.
Acara peluncuran buku, dihadiri tokoh-tokoh pertanian di antaranya Sjarifuddin Baharsjah (Menteri Pertanian periode 1993 – 1998), Justika Baharsjah (Menteri Pertania periode 1998 – 1999), Bungaran Saragih (Menteri Pertanian 2000 – 2004), Bayu Krisnamurthi (Wakil Menteri Pertanian 2010 – 2011), dan masih banyak tokoh lainnya yang turut hadir.
Melalui buku yang ia tulis, Winarno ingin membagikan spirit pertanian presisi yang mampu meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan ramah lingkungan di tengah tergerusnya lahan pertanian sejalan dengan meningkatnya populasi. “Dengan menerapkan pertanian presisi diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani,” ujarnya.
Dalam buku setebal 242 halaman, menjelaskan Pertanian Presisi ala Indonesia yang tidak selalu menggunakan teknologi canggih yang menelan investasi besar, baik investasi publik maupun investasi swasta. “Pertanian Pesisi tidak harus dengan teknologi yang piawai,” kata Winarno Tohir, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA).
Sebagai contoh, lanjut Winarno untuk menentukan kapan mulai tanam, petani dapat berpedoman pada Kalender Tanam (Katam). Untuk mengetahui keadaan cuaca dan iklim, petani bisa mengakses informasi yang disajikan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Bahkan melalui Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan, BMKG sudah melaksanakan Sekolah Lapangan Iklim (SLI).
“Pembajakan dan penggaruan tanah menggunakan traktor dan bajak yang tersedia saat ini. Pemberian biodekomposer, pupuk organik, ataupun pupuk hayati. Dan, jarak tanam mengadopsi sistem jajar legowo. Sedangkan, manajemen air menggunakan metode macak-macak seperti dilakukan pada System of Rice Intensification (SRI),” tambah pak Win.
Kementerian Pertanian juga memiliki benih hasil rakitan Balai Besar Tanaman Padi (BB Padi) yang disesuaikan dengan kondisinya. Seperti, padi sawah irigasi ada varietas Inpari, padi rawa tersedia Inpara, dan padi gogo menggunakan Inpago. Selain itu, tersedia padi hibrida Hipa. Dan, padi amfibi seperti Limboto, Batutegi, dan Inpari 10 Laeya yang mampu tumbuh di lahan kering ataupun lahan basah dapat menggunakan varietas unggul.
Sementara, untuk menentukan apakah tanaman padi sudah mencukupi atau belum kebutuhan hara Nitrogen (N) dapat menggunakan alat Bagan Warna Daun (BWD). Dalam menentukan takaran pupuk P dan K, misalnya, dapat menggunakan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) yang tersedia. Perangkat ini dapat mengukur ketersediaan hara P dan K di tanah dengan metoda kalometeri (pewarnaan).
Saat pemanenan padi, petani dapat mengoperasikan combine harvester. Pengeringan gabah memakai fasilitas mesin pengering baik tipe bak maupun tipe sirkulasi. Selanjutnya, penggilingan padi menggunakan rice milling unit atau rice milling plant. Agar petani memperoleh nilai tambah yang tinggi, dapat mendirikan Badan Usaha Milik Petani (BUMP). Dan, untuk pendanaan pertanian dapat memanfaatkan fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR). Selain pembiayaan melalui KUR, petani dapat juga memanfaatkan fasilitas Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP).
“Namun, yang tak kalah penting untuk mewujudkan kesejahteraan petani peran penyuluhan pertanian dibutuhkan. Untuk mendidik para petani agar mampu menerapkan pertanian presisi dengan mengombinasikan penggunaan pelbagai teknologi yang sudah tersedia,” pungkas Winarno.
Indonesia sudah sangat memungkinkan menerapkan pertanian presisi pada tanaman padi. Semua perangkat dan lembaganya tersedia, hanya saja belum disinergikan satu sama lain. “Pemerintah sudah memfasilitasi dengan memperbaiki saluran air yang rusak, membangun bendungan, membuat embung, memberi bantuan benih dan subsidi pupuk, serta membagikan alat dan mesin pertanian seperti pompa air; traktor; mesin tanam; dan mesin panen,” tambah Winarno, pria kelahiran Indramayu, Jawa Barat.
Gagasan, pertanian presisi juga mendapat sambutan baik dari Sjarifuddin Baharsjah, Menteri Pertanian periode 1993 – 1998. Pertanian presisi untuk menyejahterakan petani perlu diterapkan. “Di luar negeri, terutama di negara maju, pertanian menggunakan teknologi informasi dan komunikasi sudah diterapkan. Tentunya teknologi ini akan masuk ke Indonesia, perlu dikaji lebih lanjut agar pertanian presisi ini sesuai dengan kondisi di Indonesia,” pungkas Sjarifuddin.