Jakarta, SAWIT INDONESIA – Ombudsman Republik Indonesia berencana akan studi banding ke Vietnam untuk mempelajari kesuksesannya yang memperjelas status lahan sawitnya yang masuk kawasan hutan. Demikian disampaikan Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika dalam diskusi Systemik Review “Pencegahan Maladministrasi pada Layanan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit”, Senin (27 Mei 2024).
Pada awalnya Yeka menyoroti masalah ekspor sawit Indonesia yang beberapa tahun ini terus melorot, terutama setelah adanya larangan ekspor pada 2022. Larangan ekspor sendiri diberlakukan pemerintah dari April-Mei tahun itu yang disebabkan tingginya harga minyak goreng dalam negeri.
Ia mengatakan kebijakan tersebut akhirnya diambil oleh Vietnam untuk mengekspor sawitnya ke India.
“Saya mendapat informasi salah satu pemicu ekspor turun sawit Indonesia karena Vietnam masuk produknya ke India. Jadi akibat kebijakan masa lalu dalam menata tingginya migor pada 2022 mengakibatkan ekspor kita turun dan kita tidak bisa rebound lagi,” jelas Yeka.
Dia juga menuturkan kemajuan sawit Vietnam salah satunya ternyata disebabkan pemerintahnya memperjelas status kebun sawit rakyat yang berada di kawasan hutan.
“Pemerintah Vietnam berani mengubah status kebun sawitnya yang awalnya masuk kawasan hutan dirubah menjadi bukan kawasan hutan,” ujar Yeka.
Untuk mengimplementasikan ini di Indonesia, Yeka mengatakan Ombudsman berencana juga ingin studi banding ke negara beribukota Hanoi. “Kok bisa Vietnam mengubah lahan secepat itu sehingga akhirnya sawit itu tidak di kawasan hutan. Dari literatur yang kami lihat ternyata itu untuk memproteksi petaninya agar bersaing,” ungkap Yeka.
Menurutnya, apa yang telah dilakukan Vietnam berbanding terbalik dengan Indonesia saat ini, dimana ada jutaan hektar lahan sawit yang diklaim masuk kawasan hutan. Sudah berpuluh-puluh tahun masalah legalitas lahan tidak selesai.”Dampaknya dana dari BPDPKS tidak bisa dioptimalkan dengan baik,” ucap Yeka.
Sebagai informasi, menurut catatan GAPKI laju ekspor minyak sawit mengalami penurunan sejak 2019 lalu. Di mana pada saat itu, volume ekspor mencapai 37,4 juta ton, yang kemudian turun menjadi 34 juta ton pada 2020. Tren penurunan ini terus berlanjut pada 2021, di mana volume ekspor di 2021 hanya mencapai 33,6 juta ton, kemudian pada 2022 naik tipis menjadi 33,9 juta ton. Lalu, sepanjang 2023 hanya mencapai 32,9 juta ton.
Sementara jika dilihat dari produksi minyak sawit selama 4 tahun terakhir, Indonesia mengalami stagnasi produksi dari tahun 2019 sampai 2022. Sedangkan, secara konsumsi itu terus naik, apalagi dengan adanya mandatori biodiesel, sehingga naik secara konsumsi.