PEKANBARU, SAWIT INDONESIA – Universitas Riau menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Riau, Aspek PIR, dan SAMADE, di Pekanbaru, Rabu (24 Oktober 2018).
Tujuan MoU adalah membangun kolaborasi lembaga Perguruan Tinggi dan Apkasindo untuk saling memberi dukungan, khususnya peningkatan SDM petani sawit dan pendampingan petani dalam penyelesaian permasalahan sektor kelapa sawit, khususnya dari aspek kajian ilmiah sosial agribisnis.
Ir. Gulat ME Manurung, MP Ketua Apkasindo DPW Riau menjelaskan bahwa perkebunan sawit di Riau yang berkontribusi 31% dari total luas sawit di Indonesia seharusnya menjadi Tuan Rumah untuk Sawit Indonesia.
“Sangatlah miris jika hari ini tidak ada sama sekali perguruan tinggi di Riau khusus Fakultas atau jurusan Sawit. Padahal Presiden Jokowi berulangkali menyampaikan bahwa harus ada kuliah jurusan sawit atau kopi,”ujar Gulat.
Menurutnya, jangan sampai saat kejayaan sawit sudah pada puncaknya baru sibuk mendirikan Fakultas Kelapa Sawit. “Saya yakin 412 perusahaan sawit di Riau siap membantu dari segi dana, kebun praktek dan laboratorium jika ada fakultas khusus Kelapa Sawit, apalagi dengan adanya BPDP KS pasti akan sangat mendukung,”ujarnya.
Penandatanganan MoU dilakukan saat Seminar Nasional II Kelapa Sawit bertemakan “Penguatan Sumber Daya Manusia dan Peluang Usaha Industri Perkebunan Kelapa Sawit Sebagai Unggulan Daerah yang Berkelanjutan”, di Pekanbaru, pada 24-25 Oktober 2018.
Pada pemaparan APKASINDO yang disampaikan oleh Wasekjen DPP Apkasindo, Rino Afrino, ST.MM, dijelaskan bahwa fokus Apkasindo kepada agronomis, penguatan kelembagaan dan Aladvokasi Petani Sawit. Untuk aspek agronomis dan kelembagaan bahwa Apkasindo telah menuntaskannya terbukti dengan meningkatnya produktivitas sawit petani swadaya. Semakin kuatnya kelembagaan Petani Apkasindo dijajaran Nasional dan internasional.
Menurut Rino, fokus Apkasindo pada 3 tahun terakhir adalah memperjuangkan kebun petani swadaya yang masih terjebak dalam kawasan hutan, dari 1,2 juta hektare Kebun Petani Sawit di Riau, 76% terjebak dalam kawasan Hutan.
“Ini persoalan serius meski baru bulan September lalu dikeluarkan regulasi sektor kehutanan tentang penyelesaian permasalahan ini seperti Inpres No 8 dan PP No 86 2018. Tapi, pemerintah sudah memberikan solusi atas permasalahan serius kawasan hutan ini, sudah banyak makan korban, petani sawit dikejar-kejar aparat kehutanan dan aparat hukum,”tegas Rino.
Yang perlu digarisbawahi, 85% status kawasan di Riau masih pada level penunjukan, belum final penetapan. Saran Rino, sebaikanya penindakan hukum dihentikan sementara supaya memberikan ruang dan waktu kepada petani sawit yang terlanjur dalam kawasan untuk melegalkannya melalui regulasi yang ada.
“Disinilah perlunya peran NGO pemerhati lingkungan, 3 tahun ruang dan waktu telah diberikan Negara untuk pengurusan dan legalitas usahatani kelapa sawit, menurut saya cukup waktu untuk itu,” kata Rino yang juga putra Tapung Kampar ini.
Pembicara yang hadir antara lain Menteri Pertanian, Dr. Ir. H. Andi Amran Sulaiman M.P. yang diwakili oleh Dirjen Perkebunan Bambang, Kementrian Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional, Dirjen Penanganan Masalah Agraria Permanfaatan Ruang dan Tanah, Raden Agus Bagus Wijayanto S.H, M.Hum, Direktur Karir, Kemahasiswaan, dan SDM Kementrian Riset dan Teknologi-DIKTI, Prof. Dr. Bunyamin Maftuh M.Pd, M.A. Selanjutnya Dirjen Penegakan Hukum Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Drs. Rasio Ridho Sani M.Com MPM. Kemudian ada Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP KS), yang diwakili oleh Deri Ridhanif.