Proses pembangunan di Indonesia masih berada pada fase awal (early stages) dari lintasan pembangunan (pathway of development) kemasa depan. Namun demekian, sejak awal pemerintahan telah meletakan dasar-dasar kebijakan pengelolan pembangunan nasional secara lintas sektoral dan lintas wilayah/ruang. Kebijakan nasional yang dimaksud berupa peraturan perundang-undangan mulai dari level Undang-Undang sampai dengan Peraturan Menteri pelaksanaan Undang-Undang.
Undang-Undang yang terkait dengan pengelolaan pembangunan nasional antara lain berupa Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang menyakut mulai dari kebijakan tat kelola ruang, lahan, teknologi, manajemen, sumber daya manusia, lingkungan, produk dan lain-lain.
Keseluruhan Undang-Undang tersebut secara konvergen mengarus pada paradigma pembangunan berkelanjutan. Indonesia mengadopsi paradigma pembangunan berkelanjutan (sustainable development)dimana pembangunan ekonomi (profit), sosial (people) dan pelestarian lingkungan (planet) berjalan secara seimbang, inklusif dan harmoni.
Pembangunan ekonimi (developmentalism) dengan mengabaikan kelestarian lingkungan bukanlah pembangunan yang berkelanjutan. Sebaliknya pembengunan yang hanya melestarikan lingkungan (environmetalism) juga bukan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan akan terwujud jika secara ekonomi berkelanjutan (economic sustainability), secara sosisl berkelanjutan (social sustainability) dan secara lingkungan berkelanjutan (environmentalism sustainability).
Kebijakan dan Tata Kaelola Pembangunan Berkelanjutan Nasional di Indonesia
Regulasi/Kebijakan | Tentang |
Undang-Undang Dasar RI 1945 dan Pembukaan | |
UU No. 12 Tahun 1992 | Sistem Budidaya Tanaman |
UU No. 5 Tahun 1960 | Peraturan Dasar Pokok Agraia |
UU No. 13 Tahun 2003 | Ketenagakerjaan |
UU No. 39 Tahun 2014 | Perkebunan |
UU No. 32 Tahun 2009 | Pengelolaan lingkungan Hidup |
UU No. 26 Tahun 2007 | Tata Ruang |
UU No. 5 Tahun 1990 | Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistem |
UU No. 41 Tahun 1999 | Kehutanan |
UU No. 17 Tahun 2004 | Pengesahan Kyoto Protokol to the United Nations Framework Convention on Climate Changes |
UU No. 29 Tahun 2000 | Perlindungan Varietas Tanaman |
UU No. 18 Tahun 2012 | Pangan |
UU No. 8 Tahun 1999 | Perlindungan Konsumen |
UU No. 36 Tahun 2009 | Kesehatan |
UU No. 1 Tahun 1970 | Keselamatan Kerja |
UU No. 40 Tahun 2007 | Perseroan Terbatas |
UU No. 20 Tahun 2014 | Standarnisasi dan Penilaian Kesesuaian |
UU No. 3 Tahun 2014 | Perindustrian |
UU No. 7 Tahun 2014 | Perdagangan |
UU No. 21 Tahun 2014 | Pengesahan Cartagena Protocol on Bio Safety to the Convention on Biological Diversity |
UU No. 5 tahun 1994 | Pengesahan United Nations on Biological Diversity |
UU No. 23 Tahun 2002 | Perlindungan Anak |
UU No. 25 tahun 2007 | Penanaman Modal |
UU No. 18 Tahun 2013 | Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan |
UU No. 19 Tahun 2013 | Perlindungan dan Pemberdayaan Petani |
UU No. 25 Tahun 1992 | Koperasi |
Pembanguna berkelanjutan juga bersifat holistik dan tidak tersekat-sekat (indivisibility). Pembangunan berkelanjutan disuatu daerah tidak mungkin terwujud jika hanya satu sektor atau satu industri/sektor saja yang berkelanjutan. Pembanguan berkelanjutan harus dilihat secara utuh lintas sektor, lintas wilayah/ruang dan lintas generasi.
Sumber: Mitos vs Fakta, PASPI 2017