PT Astra Agro Lestari Tbk mengalokasikan belanja modal antara Rp 1 triliun – Rp 1,5 triliun pada 2021. Perusahaan membatasi ekspansi bisnis. Lebih prioritaskan perawatan rutin.
Tahun ini, Talk to The CEO Astra Agro dari tahun-tahun sebelumnya. Lebih dari 40 jurnalis bertatap secara virtual dengan Santosa Presiden Direktur PT Astra Agro Lestari Tbk. Di awal acara, ia menceritakan kondisi terkini perusahaan selama 10 bulan menghadapi pandemi. Kebijakan protokol kesehatan diambil perusahaan. Caranya membatasi pergerakan orang di kebun.
“Tapi akhir-akhir ini, karyawan yang terpapar Covid-19 juga terjadi. Ada tiga area yang perlu diwaspadai saat keluar kebun. Antara lain berkunjung kerumah sakit, kegiatan pernikahan, dan melayat,” ujarnya.
Ia mengatakan sampai hari ini operasional di kebun dan pabrik relatif normal. Sepanjang pandemi, tidak ada satupun tim dari kantor pusat berkunjung kekebun. Namun, operasional tetap berjalan normal. Kuncinya adalah mengimplementasikan teknologi digital yang selama ini sudah dikembangkan.
“Di masa pandemi, inovasi kami sudah teruji dan sangat membantu. Kami bersyukur, jauh sebelum pandemi muncul, Astra Agro sudah masuk digitalisasi sehingga membantu operasional perusahaan,” ujar lulusan Fisika Universitas Gajah Madaini.
Santosa mengatakan proses digitalisasi di lini produksi telah berjalan baik mulai dari panen, angkut sampai olah, dan monitoring inventori. Peralatan dan teknologi perusahaan telah siap menghadapi gangguan operasional di kala pandemi.
Seperti diketahui, sejak 2017 Astra Agro meluncurkan aplikasi-aplikasi berbasis teknologi informasi yang dirancang untuk mencapai produktivitas yang excellent. Ketiga aplikasi yang diberinama Melli (mills excellent indicator), Dinda (daily indicator of Astra Agro) dan Amanda (aplikasi mandor Astra Agro) itu sangat bermanfaat dalam mendukung operasional perusahaan. Pengawasan, koordinasi maupun pengambilan keputusan cepat dan tepat bisa terus berjalan.
“Ini yang membuat operasional perusahaan tidak terlalu terganggu dan relatif berjalan seperti biasa,” kata Santosa. PT Astra Agro Lestari Tbk sangat beruntung telah mengembangkan digitalisasi perkebunan di lini bisnis perkebunan; jauh sebelum pandemi Covid-19. Itu sebabnya, kegiatan operasional perusahaan tidak terganggu karena memiliki sistem informasi data yang efektif, real time, dan tepat.
Di tahun ini, emiten berkode AALI menunda ekspansi bisnis. Belum usainya pandemi menjadi pertimbangan utama. Santosa mengatakan keputusan ekspansi harus dikaji detil supaya tidak mengganggu cash flow. Pertimbangan lain adalah protokol kesehatann. Sebagai contoh, apa bila pembangunan pabrik berjalan maka akan membuat orang keluar masuk di kebun. Kegiatan ini bisa mengakibatkan penularan mudah terjadi.
Terkait akuisisi perusahaan, dikatakan Santosa, mesti dikaji mendalam. Kendati banyak tawaran akuisisi disampaikan kepada manajemen. Setiap keputusan harus dievaluasi.”Kondisi sekarang ini tidak mudah bagi dunia bisnis. Di perusahaan lain, jangankan ekspansi banyak juga yang kesulitan membayar gaji karyawan. Kami sangat berhati-hati karena banyak ribuan jiwa bekerja di Astra Agro,” ujarnya.
Santosa menjelaskan belanja modal tahun ini dialokasikan Rp 1 triliun-Rp 1,5 triliun. Sebagian besar akan terpakai untuk perawatan rutin tanaman. Komposisinya sekitar Rp 700 miliar dipakai kegiatan perawatan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM). Ada 22 ribu hektare masuk kategori TBM termasuk lahan peremajaan.
“Setiap tahun, perusahaan remajakan lahan antara 5000 sampai 6000 hektare. Replanting sudah berjalan dari tiga tahun lalu,” ujarnya.
Dana belanja modal sekitar Rp 300 miliar-Rp 400 miliar dipakai untuk perawatan infrastruktur. Dipakai untuk perawatan jalan, jembatan, dan pabrik sawit. “Pernah, ada rencana membuat pemrosesan fatty acid methyl esther (FAME) untuk suplai ke biodiesel. Namun sementara ini ditunda dulu rencana ini hingga kondisi memungkinkan,” kata Santosa.
Santosa mengatakan sumber dana belanja modal tahun ini akan menggunakan kas internal untuk memenuhi belanja modal tersebut.
Tahun ini, PT Astra Agro Lestari Tbk menargetkan pertumbuhan produksi minyak sawit (CPO) dari kebun inti sebesar 5%. Santosa menuturkan target produksi cenderung lebih datar karena mayoritas tanaman kelapa sawit yang sudah matang sehingga bergantung pada kondisi cuaca.
“Tahun lalu karena cuaca juga single digit. Harapannya tahun ini dapat naik sekitar lima persen dari tahun lalu,” kata Santosa.
Hingga November 2020, produksi CPO Astra Agro turun 15,1% menjadi 1,3 juta ton dari periode sama 2019 sebesar 1,5 juta ton. Merosotnya produksi CPO dipengaruhi turunnya produksi TBS yang diolah sebesar 13,4% menjadi 6,5 juta ton sampai November 2020.
Di tahun-tahun mendatang Astra Agro akan terus melanjutkan dan mengembangkan program digitalisasi. Kebutuhan untuk terwujudnya inovasi-inovasi baru di bidang teknologi disiapkan melalui satu tim khusus di Astra Agro yang disebut dengan Center of Innovation in Agritech (CIA).
Satu inovasi baru yang sudah dioperasikan selain Melli, Dinda dan Amanda adalah GPS tracker. Dengan teknologi ini, lokasi, jalur, luasan kerja karyawan di bagian rawat dapat diketahui secara jelas dan detil. Dengan demikian, proses-proses kerja bagian perawatan tanaman dapat berlangsung lebih efektif dan efisien.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 112)