Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan tren kebakaran cenderung turun sampai pertengahan tahun 2020. Musim hujan diperkirakan datang lebih awal. Industri sawit tetap siaga cegah api di kebun mau pun sekitarnya.
Tren kebakaran lahan dan hutan mengalami penurunan di tahun ini merujuk data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Kendati demikian, pemerintah dan pelaku usaha tetap diminta waspada terhadap bahaya api yang puncaknya terjadi menjelang September. Oleh karena itu, dibutuhkan sinergi diantara semua pihak baik pemerintah, pelaku usaha, masyarakat, perguruan tinggi dan masyarakat.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya menjelaskan bahwa pihaknya menerapkan teknologi modifikasi cuaca guna mengantisipasi risiko kebakaran hutan dan lahan yang selalu terjadi saat musim kemarau yang diprediksi berlangsung hingga Januari-Februari 2021. Pihaknya akan memanfaatkan teknologi dengan memodifikasi cuaca untuk menangkal risiko kebakaran hutan.
Diungkapkannya, keberadaaan teknologi yang memungkinkan kemampuan membaca tanda-tanda alam harus betul-betul dioptimalkan. KLHK bersama Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan TNI Angkatan Udara juga pakar iklim dari IPB University akan mengikuti dan mengembangkan teori dan teknologi yang mendukung pencegahan karhutla ini.
Data KLHK menunjukkan luas kebakaran lahan dan hutan dari 1 Januari – 31 Juli 2020 secara keseluruhan mengalami penurunan 52,41% menjadi 71.145 hektare. Angka ini lebih rendah dibandingkan periode sama tahun lalu 135.747 hektar. Fakta ini terungkap dalam diskusi webinar Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bertemakan “Persiapan Industri Sawit Hadapi Karhutla di Tengah Pandemi COVID-19” di Jakarta pada akhir Agustus 2020.
Diskusi ini menghadirkan empat pembicara yaitu Ardi Praptono, SP, M.Agr. (Direktur Perlindungan Perkebunan Kementerian Pertanian RI), Anis Susanti Aliati (Kepala Sub Direktorat Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan, KLHK), Bambang Dwilaksono (Ketua Bidang Sustainability Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia), dan Dr. Pandu Riono (ahli epidemiologi Universitas Indonesia).
Direktur Perlindungan Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan), Ardi Praptono menjelaskan bahwa semua pihak berkolaborasi dan bekerja sama dalam upaya pencegahan karhutla di tahunini. Kementerian Pertanian secara aktif melakukan sosialisasi regulasi dan penerapan pembukaan lahan tanpa bakar (PLTB) dienam provinsi rawan karhutla yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.
Langkah lainnya membentuk Brigade Karlabun dan Kelompok Tani Peduli Api (KTPA) sebanyak 3.181 orang. Hingga tahun 2019, telah terbentuk 17 Brigade Kartabun dengan total jumlah personel 1.051 orang. Selain itu, juga telah terbentuk 142 KTPA dengan total anggota petani sebanyak 2.130 orang.
Dalam pencegahan karhutla tahun ini, Kementan menyiapkan dana sebesar Rp 4,55 miliar, dari sebelumnya dianggarkan mencapai Rp 12,1 miliar. “Akibat adanya pandemi Covid-19, anggaran tersebut diefisienkan. Dari anggaran tersebut sudah dibuat demplot pembuka lahan perkebunan tanpa membakar di Kalimantan Tengah. Fokus lain penggunaan dana ini yaitu operasional brigade karlabun dan pengawalan penanganan kebakaran lahan serta perkebunan,” ujar Ardi.
Untuk itu, Ardi meminta perkebunan juga menyiapkan diri untuk mengatasi kebakaran. Bahkan Kementan punya sanksi tegas yang tertuang dalam Undang-Undang Perkebunan No 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
“Pada Pasal 108 dijelaskan, setiap Pelaku Usaha Perkebunan yang membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara membakar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar,” katanya.
(Selengkapnya dapat di baca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 107)