JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Langkah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau yang mengawasi penetapan harga Tandan Buah Segar (TBS) petani mendapatkan apresiasi dari Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO). Hal ini diungkapkan Dr. Gulat ME Manurung, MP, CIMA, CAPO, Ketua Umum DPP APKASINDO, saat dihubungi setelah acara pertemuan kantor Sekretariat Wakil Presiden RI, Kamis (1 Desember 2022).

“Konsistensi itu adalah keterbukaan yang lebih tranparan termasuk saat penetapan harga TBS di Dinas Perkebunan yang tersebar di 22 Provinsi Sawit. Jangan bicara SDG’s, kalau harga TBS petani swadaya khususnya selalu “dirugikan”. Semua akan sia-sia bicara keberlanjutan (sustainability),” jelasnya.

Gulat menjelaskan sekarang ini transparansi ini sudah mulai berjalan di Riau. Hampir dua tahun ini, teman-teman petani sawit di Riau berjibaku memperjuangkan haknya mengenai harga TBS petani sawit.

“Semua itu bermula di Dinas Perkebunan sebagai rumah  harga TBS petani. Kesungguhan semua pihak termasuk Disbun, Korporasi, dan tim harga petani (APKASINDO dan ASPEKPIR) dalam penetapan harga di semua provinsi sawit. “Dosa besar” apabila rapat dilaksanakan hanya seremonial semata. Karena ada 17 juta petani dan pekerja sawit yang menggantungkan hidupnya di sana,” jelas Gulat.

Gulat menegaskan Harga TBS dinas perkebunan memang bukan satu-satunya rujukan harga TBS petani terkhusus petani swadaya mandiri. Tapi jangan salah bahwa harga TBS  yg terbentuk di masyarakat dan 1.118 pabrik sawit dari Aceh-Papua, ribuan RAM (pembeli TBS petani) di seluruh Indonesia selalu berasumsi harga Dinas Perkebunan untuk pembentukan harga TBS dimasing-masing rantai pemasaran.

“Dalam waktu dekat 3 organisasi petani sawit terbesar di Indonesia akan melakukan audiensi ke Kejagung perihal ini, dilanjutkan ke Mabes Polri, sekaligus membahas mengenai PSR yang banyak di BAP (Berita Acara Pemeriksaan) oleh Pihak Kejaksaan Provinsi dan Kepolisian Daerah. Ya Silaturahmi lah ke Pak Jaksa Agung dan Kapolri, kan Petani Sawit juga salah satu basis besar ketahanan pangan nasional, dan Kejagung serta Polri adalah bagian dari Satgas Pangan Nasional tersebut,” ujarnya.

Menanggapi hal ini, Albert Yoku, Petani Sawit Provinsi Papua, sangat mengapresiasi apa yang dilakukan oleh Kejati Riau, memang harus dikawal saat rapat penetapan harga. “Saya dengar Biaya Operasional Langsung (BOL) dan BOTL banyak dipangkas setelah Kejati Riau ikut pengawasan. Ini luar biasa, selamat kepada Petani Sawit di Riau dan terimakasih Pak Kajati Riau,” ujarnya.

“Kami akan usul ke DPP APKASINDO supaya menyurati pak Jaksa Agung. Tujuannya menugaskan semua Kejati mengawal setiap rapat harga TBS di Disbun Provinsi,” ujarnya.

“Di Papua Harga TBS masih di bawah Rp2.000/kg. Bahkan harga TBS di Banten masih Rp1.700/kg  jauh di bawah level saudara-saudari kami di Sumatera, Riau khususnya. Menanam sawit itu bukan seperti memanen hasil hutan yang tumbuh sendiri, menanam sawit itu butuh perawatan dan  biaya-biaya serta  perjuangan dan air mata. Jadi harus adil untuk kami yang di sektor hulu dan sektor hilir jangan mau untung besar saja,” tegas Albert yang juga merupakan tokoh Keberagaman Masyarakat Papua.

Selanjutnya Gulat menjelaskan bahwa saat rapat tiga jam dengan Sekretariat Wakil Presiden RI pada 1 Desember 2022, selain membahas PSR, juga membahas Permentan 01/2018 yg kaitannya dengan harga TBS petani swadaya. “Ternyata dari Kantor Wapres sudah mengetahui hal ini dan menanyakan kepada Saya dan akan segera menindaklanjuti,” jelas Gulat.

Mengakhiri pembicaraan dengan Dr Gulat, mengatakan “Saya menaruh hormat kepada Pak Kajati Riau, Dr. Supardi, SH.,MH, atas segala kejeliannya mengupas habis proses penetapan harga TBS di Riau, semoga ini menjadi contoh di Kejati Provinsi lainnya,” jelas Doktor Lingkungan Universitas Riau ini.

“Terimakasih juga kepada rekan Tim Penetapan Harga TBS di Riau, terkhusus Perusahaan dan Kadisbun Riau. Semoga menjadi amal jariah bagi Bapak Ibu sekalian,” pungkas Gulat.

Share.
Exit mobile version