JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Belum seminggu bekerja, Plt. Menteri Pertanian langsung membuat gebrakan untuk mengembalikan marwah Kementerian Pertanian. Salah satunya adalah proses evaluasi kinerja jajaran eselon 1 dan 2 serta penandatanganan pakta integritas.
“Siapapun yang melanggar dan tidak punya integritas, akan saya selesaikan,” ujar Arief tegas.
Suara dukungan pembenahan kinerja Kementerian Pertanian datang dari ujung Indonesia tepatnya di Papua. Albert Yoku, Anggota Badan Pengarah Percepatan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) yang diketuai oleh Wakil Presiden RI, meminta Plt Mentan supaya mengevaluasi kinerja Direktorat Jenderal Perkebunan yang dinakhodai Dirjenbun, Andi Nur Alam Syah.
“Sudah menjabat 1 tahun 3 bulan, tapi capaian PSR dan SARPRAS malah lebih baik saat Dirjenbun kosong (Plt). Bahkan beberapa provinsi capaian PSR nol persen di tahun lalu, banyak sekali kegiatan yang hanya bersifat seremonial dan hilang. Secara keseluruhan, capaian PSR tahun lalu hanya berkisar 9,8% dari target 180 ribu hektar dan tahun ini juga saya pastikan tidak lebih dari 10%,” ujar Yoku dalam keterangan diterima redaksi, Kamis (12 Oktober 2023).
“Banyak usulan petani dikesampingkannya, seperti usulan revisi Permentan 01/2018 mengenai tatacara penetapan harga TBS petani yang tidak bergerak sama sekali,” ujar Yoku yang merupakan tokoh penting masyarakat Tanah Papua yang juga petani sawit.
Padahal sudah sepakat untuk direvisi saat rapat gabungan korporasi dengan asosiasi petani sawit 8 bulan lalu di Kantor Ditjenbun. Lebih jauh kebelakang, saat rapat di Kantor Staf Presiden (KSP) tepatnya tanggal 18 Mei 2022, yang dihadiri beberapa pejabat negara seperti Deputi III KSP Panutan S Sulendrakusuma, Prof. Dr. Bustanul Arifin, Direktur Pengolahan Hasil dan Pemasaran Tanaman Perkebunan, Satgas Pangan Mabes Polri, Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia sudah sepakat bahwa Permentan 01 tersebut segera direvisi”.
“Oleh karenanya, kami berharap ini menjadi perhatian serius Plt Kementan,” urainya.
Yoku menjelaskan lebih mengejutkan kami petani sawit yaitu Program sarana prasarana (Sarpras) sawit untuk petani semakin gak jelas setelah terbitnya Kepdirjenbun Nomor 62/2023 tentang pedoman teknis sarpras dengan Kepdirjenbun yang lama saja serapan Sarpras tiap tahun hampir nol persen.
Yoku menuturkan salah satu pasalnya mengunci petani melalui kewajiban 30% modal kerja dari nilai investasi.
“Ini suatu kemustahilan buat kami petani sawit dengan segala keterbatasan kami, apalagi dana 30% itu harus mengendap selama satu tahun berturut-turut,” ujarnya.
Dicontohkan Yoku, saat petani sawit mengajukan dana pembangunan pabrik sawit kapasitas 15 ton TBS per jam. Kurang lebih dibutuhkan dana sebesar Rp 100 miliar yang diusulkan kepada BPDPKS (bukan APBN) melalui Ditjenbun. Ini artinya kami harus menyiapkan dana “mati” yang terendap sebesar Rp 30 miliar selama 1 tahun. Makanya petani sawit berpandangan usulan ini tidak masuk akal dan mengawang-awang.
“Jadi wajar saja usulan pabrik sawit oleh saudara kami dari Papua Barat mandek karena dikunci oleh kewajiban modal kerja 30% tersebut, demikian juga usulan PKS Mini dari Kalimantan Barat, Banten, Aceh, Sumatera Barat, semua pada balik kanan dan lemas begitu ada persyaratan tersebut,” jelasnya.
“Saya mendengar alasan Dirjenbun memasukkan Pasal Mematikan tersebut dikarenakan Pak Dirjenbun takut PKS akan mangkrak jika tidak ada modal kerja dari petani sawit. Bagi saya ini tidak masuk akal sebab dana yang kami ajukan adalah dana kami sendiri yang dikelola oleh BPDPKS dan lagian. Bukankah kami sudah investasi sebanyak Rp375 Milyar melalui penyertaan kebun sawit kami seluas 3.750 hektar dalam persyaratan Sarpras PKS tersebut. Memastikan supaya PKS berjalan nantinya bukan dengan cara seperti itu, tapi harusnya dengan cara pendampingan setelah PKS berdiri,” lanjut Yoku.
“Pak Wapres sudah mengetahui semua ini, karena Pak Wapres beberapa hari ini berkantor di Papua. Wajar Pak Wapres terkejut karena persetujuan pendirian PKS di Papua Barat tersebut adalah langsung diserahkan Wapres ke Petani Sawit Manokwari melalui Koperasi Arfak Sejahtera (bulan Juli 2023) di Kab Manokwari” kata Yoku.
Yoku menguraikan dirinya mendengar langsung saat Wapres ke Kabupaten Manokwari untuk peninjauan kebun PSR dan pencanangan pabrik sawit rakyat di Koperasi Arfak Sejahtera. Disitu, Wapres sangat prihatin dan bicara tegas supaya pabrik sawit petani cepat dibangun karena sifatnya darurat dan segera, berkali-kali-dikatakan Wapres di acara tersebut bahwa situasi darurat.
Tapi sudah tiga bulan berlalu faktanya perkembangan pabrik nol persen sejak kunjungan Wapres tersebut, malah Dirjenbun menerbitkan aturan baru (Kepdirjenbun) yang justru bertentangan dengan arahan Wakil Presiden.
Atas kondisi tersebut, Saudara kami dari Papua Barat juga sudah membuat Video Terbuka kepada Presiden dan Wakil Presiden RI perihal penderitaan petani Sawit Kab Manokwari dan video youtube tersebut sangat viral.
“Ini harus menjadi catatan penting bagi Pak Plt Mentan dan kami dari Tanah Papua akan segera ke Jakarta langsung dalam waktu dekat untuk bertemu Pak Plt Mentan. Karena sudah tiga bulan ini hasil panen kami membusuk akibatnya petani menanggung kerugian puluhan miliar. Dampaknya adalah kerawanan ekonomi, sosial dan Kamtibmas di Manokwari karena tidak ada pabrik sawit yang membeli. Satu-satunya pabrik sawit di Manokwari ludes terbakar empat bulan lalu. Sementara pengajuan pabrik sawit petani terkatung-katung sejak dua tahun lalu,” pungkas Yoku.