JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Peraturan Presiden Nomor 88/2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan (PPTKH) sejatinya tidak secara khusus ditujukan bagi penyelesaian perkebunan kelapa sawit yang berada dalam kawasan hutan. Hal ini diungkapkan Prabianto Mukti Wibowo, mantan Asisten Deputi Tata Kelola Kehutanan Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Kemenko Perekonomian.
“Saya yang membidani Perpres 88 Tahun 2017 dan Inpres 8/2018. Jadi, ingin saya sampaikan mengenai perpres 88 dan sudah banyak sekali dibahas pembicara mengapa (perpres ini) tidak menyasar kebun sawit. Perpres Nomor 88 memang tidak ditujukan kepada sawit. Nantinya, akan ada regulasi lain mengatur itu, “ ujar Prabianto di penghujung acara Dialog Webinar Borneo Forum dan Majalah Sawit Indonesia, pekan lalu.
Ia mengatakan saat perpres PPTKH sedang dibahas memang persoalan sawit luar biasa kompleks. Sampai sekarang, pendefinisian sawit rakyat belum ada kesepakatan. “Apakah perkebunan sawit rakyat seluas 50 ribu hektare (disebut) itu sawit rakyat. Untuk itu, saat penyusunan perpres 88 dihindari penyelesaian bagi sawit. disana, akomodir lahan garapan dan kebun campuran. Meskipun, dalam pembahasan rekomendasi gubernur. Saya menghadapi situasi dilematis karena banyak usulan lahan garapan tutupan sawit,” ujarnya.
Dr. Sadino, Pengamat Kehutanan, mengatakan dirinya tidak terkejut dengan pernyataan Prabianto berkaitan Perpres Nomor 88/2017. Semenjak aturan ini lahir, ia yakin aturan tersebut bukan dialamatkan bagi penyelesaian sawit dalam kawasan hutan. Tujuan utamanya beleid menyasar bukan untuk kepentingan petani dalam arti luas, yaitu dibatasi untuk kepentingan permukiman, fasilitas umum dan/atau fasilitas sosial; lahan garapan; dan/atau hutan yang dikelola masyarakat adat. Jika diperhatikan dari batasan Pasal 5 ayat (1) petani sawit tidak semuanya terlindungi.
Substansi aturan ini dikatakan Sadino, berpeluang tidak diketahui Presiden Joko Widodo. “Kita harus bantu Pak Jokowi karena status kawasan hutan tidak jelas hanya klaim sepihak (Kementerian LHK). Kalau seharusnya Perpres 88 dapat menjadi solusi ternyata faktanya tidak. Maka, harus ada kemauan untuk revisi Perpres 88,” tegas Sadino.
Itu sebabnya, kata Sadino, program Peremajaan Sawit Rakyat menjadi tersendat. Karena tidak adanya penyelesaian kebun sawit petani di dalam kawasan hutan.
Dalam berbagai forum, kalangan pejabat pemerintah terkait menjanjikan akan menggunakan Perpres 88/2017. Yakni, untuk menyelesaikan persoalan status lahan kebun sawit petani rakyat yang terindikasi berada di dalam kawasan hutan
Dijelaskan Prabianto, berkaitan sawit lalu diterbitkan Inpres Nomor 8/2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Perkebunan Kelapa Sawit. Namun, kendala dihadapi aturan ini terkait persoalan data luasan kebun sawit. Selanjutnya dapat terselesaikan melalui penerbitan surat keputusan Menteri Pertanian yang dicantumkan 16,3 juta hektare.
“Dari data dapat diketahui peta tutupan sawit dengan peta penunjukan kawasan hutan. Dapat diketahui 3,2 juta hektare tutupan sawit dalam kawasan hutan. Berdsaarkan inpres nomor 8 lalu dilakukan evaluasi mana yang dapat terselesaikan melalui regulasi sekarang ini, seperti mekanisme tukar menukar. Itu ada di Peraturan Pemerintah 104 (red- Peraturan Pemerintah (PP) No. 104 Tahun 2015. Tata Cara Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan Hutan.),” paparnya.
“Lantaran sawit berada sebelum regulasi tadi. Inilah disebut keterlanjuran. Tentu dianalisis berdasarkan histori. Tidak semata-mata sawit atau hutan duluan. Dilihat secara yuridis dan historinya,” jelasnya.