JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI meminta kepentingan konsumen diutamakan untuk mendapatkan minyak goreng sebagai komponen sembilan bahan pokok. Hal ini berkaitan langkah Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) yang berencana menghentikan penjualan minyak goreng sebagai opsi penyelesaian utang rafaksi minyak goreng senilai Rp 344 miliar.
“Dalam menyikapi rencana pemberhentian penjualan minyak goreng kemasan di ritel terkait utang pemerintah. Kami harapkan tetap ada keseimbangan antara kepentingan konsumen, keberlanjutan bisnis, dan penyelesaian utang yang adil,” ujar Dr. Ermanto Fahamsyah, Wakil Ketua Komisi Kerjasama dan Pengkajian Kelembagaan Badan Perlindungan Konsumen Nasional RI Periode 2020-2023, saat dihubungi Jumat (12 Mei 2023).
Ermanto mengatakan bahwa polemik mengenai utang rafaksi minyak goreng akan berdampak terhadap penjualan minyak goreng di toko ritel khususnya anggota APRINDO. Utang rafaksi merupakan sistem yang diterapkan di Indonesia di mana produsen minyak goreng wajib menjual sebagian produksinya dengan harga yang ditetapkan pemerintah. Utang rafaksi ini menjadi kontroversial karena beberapa alasan, antara lain adanya perdebatan mengenai keberlanjutan dan efektivitas sistem tersebut.
Namun, kata Ermanto, penting untuk dicatat bahwa keputusan menghentikan penjualan minyak goreng di ritel merupakan keputusan bisnis yang kompleks dan harus dipertimbangkan dengan matang. Setiap peritel mungkin memiliki pertimbangan yang berbeda berdasarkan kondisi bisnis mereka, permintaan pasar, dan faktor-faktor lainnya.
“Kalau penjualan minyak goreng kemasan di ritel dihentikan secara keseluruhan, sebaiknya APRINDO juga meninjau dampaknya karena merugikan bagi konsumen dan berpotensi melanggar aturan pemerintah yang terkait dengan industri ritel,” jelas Ermanto.
Sebagai contoh, peraturan perlindungan konsumen yang berlaku untuk industri ritel, termasuk penjualan minyak goreng kemasan. Aturan ini mencakup masalah seperti harga yang jelas, keaslian produk, dan hak konsumen lainnya. Pelanggaran aturan perlindungan konsumen ini dapat terjadi jika ada praktik yang merugikan konsumen dalam penjualan minyak goreng kemasan di ritel.
“Jika penjualan minyak goreng kemasan dihentikan dan ini melanggar peraturan pemerintah terkait, peritel dapat berpotensi melanggar aturan tersebut. Oleh karena itu, penting bagi peritel untuk memahami dan mematuhi peraturan yang berlaku. Sebaiknya juga berkoordinasi dengan pihak yang berwenang jika melakukan perubahan dalam penjualan produk, ” ungkapnya.
Karena itulah, Ermanto, mengatakan APRINDO dan BPKN dapat sejumlah langkah dalam menyikapi rencana pemberhentian penjualan minyak goreng kemasan di ritel. Pertama, APRINDO dan BPKN dapat melakukan dialog dan konsultasi dengan peritel yang berencana menghentikan penjualan minyak goreng kemasan. Tujuannya adalah untuk memahami alasan di balik keputusan mereka dan dampaknya terhadap konsumen dan pasar.
Kedua, melakukan evaluasi terhadap aturan dan kebijakan yang ada terkait dengan penjualan minyak goreng kemasan di ritel. Jika ada kebijakan yang membatasi atau menghambat penjualan tersebut, mereka dapat mengusulkan perubahan kebijakan atau merekomendasikan revisi yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasar.
Ketiga, mendorong pemerintah dan peritel untuk melakukan negosiasi guna mencapai solusi bersama yang memenuhi kepentingan semua pihak. Dalam perundingan ini, upaya dapat dilakukan untuk mencari alternatif penyelesaian utang yang dapat meminimalkan dampak pada penjualan minyak goreng kemasan di ritel.
Keempat, Advokasi Kepentingan Konsumen dimana mendorong peritel untuk menemukan alternatif solusi yang mempertimbangkan kebutuhan dan preferensi konsumen.
Kelima, APRINDO dan BPKN dapat berperan dalam menyediakan edukasi dan informasi kepada konsumen tentang rencana pemberhentian penjualan minyak goreng kemasan di ritel. Mereka dapat memberikan penjelasan mengenai alasan di balik keputusan tersebut, alternatif yang tersedia, serta hak-hak dan perlindungan konsumen yang terkait. Ini akan membantu konsumen memahami situasi dan membuat keputusan berdasarkan pengetahuan yang baik.
Keenam, APRINDO dan BPKN dapat bekerja sama dengan pemerintah dalam menyikapi rencana tersebut. Mereka dapat memberikan masukan dan rekomendasi kepada pemerintah berdasarkan analisis dan pemahaman mereka tentang situasi. Kolaborasi yang baik dengan pemerintah dapat membantu menemukan solusi yang seimbang antara kepentingan konsumen, peritel, dan regulasi yang ada.
“Melalui langkah-langkah ini, APRINDO dan BPKN dapat berperan dalam mencari solusi yang adil dan seimbang untuk kepentingan konsumen dan industri ritel. Penting untuk mencapai keseimbangan antara kepatuhan terhadap aturan pemerintah, perlindungan konsumen, dan keberlanjutan bisnis bagi peritel,” pungkasnya.