JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Petani sawit merasa geram dengan kampanye minyak sawit kotor yang dilakukan kampanye Greenpeace. Pasalnya, kampanye ini bersifat tendensius dan merugikan nama baik Indonesia di mata internasional.
“Kami meragukan akurasi data Greenpeace dalam kampanye minyak sawit kotor. Apakah bisa dibuktikan semua minyak sawit yang dihasilkan berasal dari pembabatan hutan dan melanggar aturan?” tanya Rino Afrino, Wasekjen APKASINDO dalamperbincangan pada Minggu sore (18 November 2018).
Rino menyebutkan anggota APKASINDO merasa tersinggung dengan tuduhan minyak sawit kotor karena 40 persen lahan di Indonesia dikelola oleh petani. Kampanye ini membuat pasar goyang sehingga pembeli akan mempertanyakan kepada produsen. Dampaknya semakin membuat harga sawit. lebih tertekan
Untuk itu, petani APKASINDO sedang mempertimbangkan upaya hukum kepada Greenpeace. Rino menyebutkan pihaknya sedang berkonsultasi kepada tim hukum untuk menindaklanjuti upaya hukum tersebut. Selain itu, akan dikirimkan surat pelaporan terkait aksi Greenpace kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Hukum dan HAM.
Kampanye Greenpeace sudah dalam tahap yang meresahkan petani. Apalagi harga sedang jatuh seperti sekarang ini. Kami akan berkonsultasi dengan tim hukum untuk mengambil upaya hukum yang tepat kepada Greenpeace,”kata Rino.
Upaya hukum menjadi keputusan yang harus diambil karena petani telah melakukan upaya persuasif dengan Greenpeace. Rino mengatakan petani telah berdiskusi dengan relawan Greenpeace untuk menjelaskan pentingnya sawit bagi kehidupan petani. Tetapi dengan aksi Greenpeace di atas Kapal Kargo Stolt Tenacity menunjukkan NGO ini tidak menghargai petani.
Dengan kampanye Greenpeace, maka harga TBS semakin tertekan karena sekarang di Sumatera hanya mencapai Rp 750-Rp1.200 per/kg, di Kalimantan Barat lebih rendah, sedangkan di Sulawesi dan Papua hanya Rp 500-700/kg.