JAKARTA, SAWIT INDONESIA – GAPKI bekerjasama dengan CNV Indonesia dan Federasi Serikat Buruh Kehutanan, Perkayuan dan Pertanian (F-Hukatan) meluncurkan buku Panduan Praktis Perlindungan Hak Pekerja Perempuan di Perkebunan Sawit, pada Selasa (23 Maret 2021) secara virtual.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI), Joko Supriyono menjelaskan pihaknya dalam tiga tahun terakhir melakukan pendekatan stakeholders untuk melakukan perbaikan ketenagakerjaan di perkebunan sawit.
“Ini yang menjadi konsen GAPKI dan parters. Pada 2019 lalu, kami juga melakukan kerjasama dengan F-Hutakan dan CVN Indonesia dan INKRISPENA melakukan riset tentang ketenagakerjaan di perkebunan sawit. Tujuannya untuk memetakan dan memperbaikan tata kelola praktik ketenagakerjaan perempuan di perkebunan sawit. Dari hasil penelitian tersebut dijadikan buku,” ujar Joko saat memberikan sambutan.
Selanjutnya, Joko menambahkan melalui buku tersebut diharapkan menjadi pedoman pelaku usaha perkebunan sawit untuk terus menerus memperbaiki ketenagakerjaan dan hubungan industrial perkebunan sawit. “Industri sawit Indonesia tetap berkomitmen untuk terus memperbaiki dan menyesuaikan dengan regulasi khususnya yang berkaitan dengan tenaga kerja. Dan, komitmen ini juga diperkuat dengan adanya sertifikasi ISPO yang menjadi prinsip yang ada pada ISPO,” lanjutnya.
Nursanna Marpaung Sekjen Federasi Pekerja Hukatan mengatakan di sektor sawit berbagai upaya untuk meningkatkan keberlanjutan terus dilakukan melalui sertifikasi ISPO dan RSPO. “Upaya tersebut sudah mulai dengan memperhatikan aspek gender ketenagakerjaan secara umum,” ucapnya.
Namun, tambah Nursanna analisis studi pustaka dan kondisi lapangan adanya upaya kesetaraan gender di sektor sawit belum terjadi sepenuhnya karena kendala perspektif gender dalam standar sustainability. “Isu gender yang dicakup risiko pekerja perempuan di sektor sawit hanya sebatas women development. Seharusnya yang dikembangkan adalah paradigma development gender dalam mencapai relasi antara kesataraan laki-laki dan perempuan. Serta mengatasi hambatan structural,” imbuhnya.
Seperti di ketahui, pekerja perempuan di perkebunan sawit biasanya berstatus Buruh Harian Lepas. Kondisi ini bukan tanpa sebab, umumnya suami sudah bekerja di perkebunan sawit.
Kondisi tersebut yang terkadang menyebabkan terjadinnya ketimpangan atau ketidakadilan di perkebunan sawit. Ketimpangan yang kerap dihadapi yaitu persoalan fasilitas yang dibutuhkan pekerja perempuan antara lain cuti hamil, cuti melahirkan, penitipan selama menyusui, kesehatan reproduksi bagi perempuan (haid dan pemeriksaan rutin bagi perempuan yang bekerja di fertilizer dan pupuk semprot), penyediaan sanitasi di lokasi kerja, APD yang memadai, upaya perlindungan dari pelecehan seksual, binatang dan hal lain di lokasi kerja, serta peran ganda bagi ibu rumah tangga. Dan, isu anak dan perempuan yang muncul di sektor sawit. “Ini menjadi konsen bagi kami (FP-Hukatan),” terang Nursanna.
“Dalam tiga tahun terakhir, kami dengan GAPKI dan CVN Indonesia terus mendorong perbaikan untuk keberlanjutan industri sawit yang menjadi sumber devisa negara. Sejak 2018 lalu, kami CNV Indonesia dan GAPKI menggagas untuk riset bersama yang dilakukan oleh INKRESPENA untuk mendapatkan data yang sebenarnya dan menjadi dasar buku Pedoman Praktis bagi perempuan pekerja di perkebunan kelapa sawit. Tujuannya untuk melakukan perlindungan pada pekerja perempuan,” tambah Nursanna.
Sementara itu, Amalia Falah dari CNV Indonesia mengatakan buku yang diluncurkan adalah salah satu hasil kolaborasi yang dilakukan selama tiga tahun terakhir. Melalui kolaborasi semua kepentingan, potensi perselisihan antara pekerja dan pengusaha, bis diselesaikan. “Perlu kami sampaikan kolaborasi antara pengusaha, asosiasi bisnis dan serikat buruh itu nyata dan sangat mungkin dilakukan,” ucap Amalia.
Sumarjono Saragih, Ketua GAPKI Bidang Ketenagakerjaan, mengatakan aspek pekerja perempuan di industri sawit mendapat perhatian luas dalam dekade terakhir. Ada perhatian untuk tujuan perbaikan. Tidak sedikit yang menuding untuk tujuan kampanye negatif dan hitam. Ada aksi yang merekayasa potongan data kemudian diframing dengan narasi tuduhan bahwa sawit Indonesia itu buruk rupa karena melakukan pelanggaran dan eksploitasi perempuan.
Anggota GAPKI adalah korporasi yang menjalankan usaha berdasarkan undang-undang dan turunannya. Hukum nasional kita sangat melindungi pekerja termasuk perempuan. Jadi praktek exploitatif pekerja (dan perempuan) adalah pelanggaran hukum. GAPKI terus berupaya mendorong kepatuhan. Salah satunya adalah target 100% anggota GAPKI mendapat sertifikasi ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil).