JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Teknologi pabrik sawit yang telah berumur ratusan tahun dinilai sudah usang salah satunya penggunaan uap dalam proses sterilisasi untuk pengolahan buah sawit menjadi minyak sawit mentah (CPO). Saat ini, proses sterilisasi dengan uap basah (Steam) tidak perlu digunakan karena memberikan dampak negatif kepada minyak sawit sebagai bahan baku makanan.
Sahat Sinaga, Plt. Ketua Umum Dewan Sawit Indonesia, menjelaskan awal mula penggunaan sterilisasi di pabrik sawit yang telah dimulai semenjak 1922 sampai 2022 kurang lebih 100 tahun untuk melunakkan daging buah sawit (mesocarp). Berbeda dengan di Afrika, negara yang menjadi asal tanaman sawit, menggunakan “Stew Process” dengan bejana terbuka.
Proses sterilisasi ini ditujukan membunuh kuman/bakteri atau mikroorganisme lainnya yang bisa menjadi penyebab penyakit menular. Pada abad 19, negara Eropa berupaya mencegah pandemi penyakit akibat bakteri, jamur dan virus, dan oleh karena itu semua bahan makanan yang berasal dari daerah Tropis ( termasuk Afrika Barat untuk Sawit ) harus diproses dengan pola “Sterilisasi”.
“Tetapi di Afrika, tidak digunakan proses sterilisasi melainkan digodok,” ujar Sahat.
Hingga sekarang, proses sterilisasi konvensional dengan uap masih berlangsung di pabrik kelapa sawit. Dikatakan Sahat, aplikasi sterilisasi memberikan sejumlah dampak bagi pabrik yaitu losses minyak cukup besar berkisar 4%-5%, konsumsi energi ( steam dan juga listrik ) yang tinggi sebesar 280-350 kg steam untuk Sterilisasi/ton Tbs ; 18 -20 Kw/ton TTS, dan menghasilkan emisi karbon tinggi sekitar 1.296 kg CO2 eq/ton CPO yang dihasilkan.
Sahat mengatakan di bulan Juni akan ada steamless palm oil technology. Dikenal dengan nama Teknologi Pabrik Minyak Sawit Tanpa Uap. Tanpa adanya penggunaan steam (uap), pabrik sawit tidak membutuhkan air sungai sehingga dapat menekan emisi karbon.
Keunggulan teknologi ini menjadikan minyak sawit dapat menekan kandungan 3MCPD. Manfaat lainnya adalah teknologi non sterilisasi ini meningkatkan hasil produksi dari tandan buah segar (TBS) menjadi RBD Palm Oil hingga 5%.
“Teknologi tanpa steam akan efisien dalam penggunaan energi listrik. Begitupula emisi karbon akan lebih rendah,” jelasnya.
Menurut Sahat, teknologi ini lebih tepat digunakan kelompok tani agar meningkatkan posisi tawarnya. Teknologi ini akan dikembangkan petani rakyat yang dapat diaplikasikan di 24 provinsi sentra sawit.