Untuk kedua kalinya, Teguh Wahyudi dipercaya menjabat Direktur Utama PT Riset Perkebunan Nusantara. Ketika RPN lahir, pria kelahiran Pasuruan ini yang bertugas menyusun manajemen dan membentuk direksi definitif RPN. Begitu tanggung jawab sukses dikerjakan, Teguh Wahyudi digantikan Didik Hajar Goenadi. Pada 9 juli kemarin, Teguh Wahyudi kembali memegang tampuk pimpinan RPN .
“Tantangan saya kali ini lebih berat, dulu tugas saya itu mendirikan RPN sampai direksi definitif terbentuk. Sekarang tantangan makin berat karena bisnis komoditi perkebunan sedang turun. Padahal, di sanalah harapan kita untuk generate income,” kata Teguh.
Cikal bakal PT Riset Perkebunan Nusantara (RPN) berasal dari proses transformasi Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI) pada 2009. Pemegang saham RPN adalah PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I sampai XIV. Di awal, perusahaan ini menaungi enam pusat penelitian (puslit). Mereka adalah Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Pusat Penelitian Karet, Pusat Penelitian Teh dan Kina, Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia,.
Teguh Wahyudi menjelaskan tidak semua pusat penelitian punya kekuatan untuk menjalankan kegiatannya. Salah satu programnya memperbaiki pusat penelitian yang lemah menjadi kuat. Caranya mengalokasikan dana mandiri (standing fund) yang bertujuan membantu puslit membiayai riset.
“Saya tidak ingin pakai skema subsidi seperti puslit kuat membantu yang lemah. Ini tidak mendidik sama sekali. Namun disediakan standing fund. Mereka bisa menggunakan uang tersebut dengan mekanisme biaya normal,” ujarnya.
Lulusan S3 studi Food Science and Biotechnology Universiti Putra Malaysia (UPM) ini sangat low profile. Ketika sesi pengambilan gambar, dia enggan berpose di meja kerja. “Saya tidak mau terlihat seperti direktur,” ujarnya sambil tersenyum.
Ke depan, dia ingin membangun iklim penelitian yang kondusif di semua puslit dan balit. Caranya, peneliti diberikan keleluasaan untuk berkembang. Dia berpendapat bagi seorang ilmuwan sesungguhnya gaji bukan hal pokok. Melainkan mereka ingin kemudahan pengembangan dirinya.Dengan cara memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana riset.
“Punya ide tanpa laboratoriumnggak bisa neliti. Kemudian punya ide tapi anggaran penelitian nggak cukup. Akhirnya macet juga. Memang secara manusiawi, gaji menjadi pertimbangan para peneliti,” jelas Teguh.
Tim redaksi SAWIT INDONESIA bertemu Teguh Wahyudi di ruang kantornya. Selama satu jam, Ayah dari dua anak ini banyak cerita mengenai dunia riset dan visinya membangun RPN. Berikut ini petikan wawancara kami:
Apa yang menjadi pertimbangan pemegang saham memberikan amanah kepada bapak sebagai Dirut RPN?
Diharapkan saya lebih bisa meningkatkan kinerja RPN dengan pengalaman yang saya miliki. Alhamdulillah, ketika memegang Puslit Koka kinerjanya sangat bagus. Puslit ini sudah menjadi Pusat Unggulan IPTEK dan bekerjasama dengan 32 lembaga internasional. Mungkin pemegang saham punya pertimbangan tersebut. Lalu, pengalaman ini diharapkan bisa terwujud di lingkup RPN.
Kami sudah buat koordinasi dan mengintegrasikan sumberdaya di RPN ini. Jadi, kami bergerak di riset bisnis karet, sawit, teh, kina, tebu, kakao, kopi, dan bioteknologi. Kalau seluruh SDM dihimpun menjadi kekuatan yang bagus.
Ketika tahun 2009 bapak menjabat Dirut RPN, apakah tantangannya berbeda dengan sekarang?
Tantangannya lebih berat sekarang karena periode dulu tugas saya itu mendirikan RPN sampai pembentukan direksi yang definitif, dan setelah direksi terbentuk tugas saya memang sudah selesai. Makin kesini tantangan makin berat apalagi sekarang bisnis komoditi perkebunan sedang turun padahal harapan kita untuk bisa generate income dari komoditi kebun.
Oleh karena itu, kami memperkuat internal dulu. Dan ternyata tidak mudah menyatukan Puslit yang dari awal sejarahnya berdiri sendiri. Kemudian, mau tidak mau baru berhimpun. Saya sudah tahu bahwa ada puslit yang kuat dan tidak. Tantangannya bagaimana mengangkat yang tidak kuat supaya bisa kuat.
Setelah dibuat integrasi SDM dapat dikatakan sebagian besar itu hampir selesai masalah kesulitan finansial minimal dari segi perencanaan. Tapi saya minta membuat perencanaan yang betul jangan sekedar menyenangkan atasan tapi harus realistis.
Misalkan, salah satu kendala dihadapi puslit serta balit bagaimana bisa memenuhi kebutuhan stakeholder seperti modal kerja. Karena, customer itu kadang membayar setelah pekerjaan selesai bukan di awal. Masalahnya, ada puslit yang tidak kuat dananya.
Solusinya, saya minta kepada puslit yang kuat supaya menyiapkan standing fund sehingga duit tidak perlu cari kemana-mana.
Ibaratnya mekanisme subsidi untuk puslit yang lemah?
Tidak, tidak dalam bentuk subsidi. Saya tidak ingin pendekatan subsidi karena secara pribadi menurut saya kurang mendidik. Puslit harus bertanggung jawab sendiri pakai duit tersebut. Lalu, mereka gunakan mekanisme bisnis yang normal. Jadi, standing fund disiapkan apabila suatu saat ada puslit yang butuh.
Selama ini kendalanya, tidak ada standing fund untuk puslit yang lemah. Mereka tidak berani. Dengan pembenahan ini, saya berkeyakinan jika internal sudah mantap akan bisa memberikan pelayanan terbaik kepada stakeholder dan klien. Itu harapan saya.
Sudah punya rencana, pembenahan apa saja yang akan bapak lakukan dalam lima tahun ke depan?
Pembenahan dari sisi SDM karena sebagian besar penelitinya sudah masuk usia tua. SDM harus diperkuat. Kami ingin buat proporsi yang bagus dan seimbang. Jangan sampai ketika teman-teman peneliti senior pensiun tetapi penggantinya belum siap. Bahaya ini.
Dalam dunia penelitian, faktor utama adalah senioritas dan pengalaman agar stakeholder bisa memperhatikan rekomendasi yang diberikan. Terkadang, peneliti mudah masih memakai pendekatan teoritik. Sehingga kurang mengena apabila terkait kebutuhan stakeholders, ini bisa jadi masalah.
Regenerasi SDM akan dipercepat supaya muncul peneliti yang bagus. Yang terjadi sekarang jarak usia peneliti senior dan junior sangatlah jauh. Sebagian besar peneliti memasuki usia 50 tahun ke atas. Kendala ini dihadapi puslit secara keseluruhan.
Kelemahan kami dari aspek sarana dan prasarana karena teknologi akan terus berkembang. Memang kami dihadapkan kepada masalah finansial. Prioritas mendatang membenahi sarana penelitian. Apabila dibiarkan, saya khawatir bisa memperlambat kami.
Saat ini, kami punya SDM tangguh dan terbukti hampir semua Puslit masuk kategori Pusat Unggulan IPTEK. Dapat dibayangkan, kalau kami dapat memiliki sarana dan prasarana bagus, maka bisa bersaing dengan luar negeri.
Seperti kata bapak tadi sebenarnya puslit ini sudah lama berdiri. Sementara, RPN baru lahir enam tahun lalu. Sejatinya, fungsi RPN itu seperti apa?
RPN ini berfungsi sebagai koordinator dan saya tetapkan seperti itu. Fungsinya tidak menempatkan diri sebagai sentral utama. Karena pada dasarnya, kalau puslit berkembang maju akan berdampak baik kepada RPN. Begitu juga sebaliknya, karena itu puslit menjadi inti.
Jadi begini kebijakan yang saya buat dengan memberikan kesempatan lebih luas kepada puslit untuk lebih berkembang sesuai dengan kemampuan sendiri. Tugas RPN cukup mengkoordinir dan memfasilitasi puslit dengan stakeholder yang kebanyakan berada di Jakarta. Kebetulan kantor kami berada di Bogor.
Tugas lainnya mengelola kegiatan internal dan menghimpun kegiatan apabila dibiarkan sendiri-sendiri menjadi tidak bisa.
Untuk pendanaan, apakah RPN mendapatkan alokasi dana dari APBN ?
Tidak ada, boleh dikatakan kami itu self supporting kecuali beberapa biaya operasional penelitian sebagian kecil bersumber dari Balitbang Pertanian dan kerjasama internasional
Pendapatan utama dari jasa dan layanan riset itu sendiri ditambah dari penjualan produk riset terutama bahan tanam.
Kontribusi utama pendapatan, apakah dari penjualan produk bahan tanaman?
Benar dari penjualan bibit sawit, kakao, kopi, karet, teh. Disusul, alat pertanian dan jasa layanan riset. Ini belum ideal karena semestinya lembaga riset itu pemasukan utama dari jasa penelitian.
Bagaimana cara bapak supaya kegiatan riset semakin bertambah ?
Salah satu program yang saya arahkan kepada puslit-puslit terutama kelapa sawit untuk membuka kerjasama pendanaan riset. Selama ini mereka pakai anggaran penelitian internal dari hasil penjualan produknya. Sehingga biaya riset menjadi terbatas
Sebaiknya, mereka membuka diri untuk kerjasama nasional dan internasional. Termasuk mengambil kesempatan bekerjasama dengan BPDP Sawit yang bisa dioptimalkan supaya dapat bersaing dengan Malaysia.
(Selengkapnya baca Majalah SAWIT INDONESIA Edisi September-Oktober 2015)