Di samping itu, kebijakan publik terhadap sumber daya lahan tidak mempengaruhi ciri inheren sumber daya lahan, tetapi mempengaruhi perilaku masyarakatnya yang berkepetingan tidak langsung terhadap sumber daya lahan. Sebagai contoh, kebijakan penetapan sumber daya lahan sebagai “kawasan hutan” tidak merubah ciri khas sumber daya lahan, tetapi merubah bentuk hubungan masyarakat dengan sumber daya lahan tersebut yang selanjutnya mempengaruhi ciri khas inheren sumber daya lahan dan manfaat bagi masyarakat, seta publik. Dengan demikian, kebijakan sumer daya lahan yang tepat dipengaruhi ketepatan pemahaman terhadap ciri khas sumber daya lahan dan interaksi masyarakatnya dengan sumber daya lahan terhadap tujuan yang akan diwujudkan dari kebijakan yang dibuat. Tujuan kebijakan sumber daya lahan di Indonesia seharusnya berjalan dengan tujuan dasar dari pemanfaatan sumber daya lahan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945 . Ragam ciri inheren sumber daya lahan, ragam nilai, dan kepentingan masyarakat terhadap suatu sumber daya lahan menimbulkan kontestasi pengunaan dan pemanfaatan sumber daya lahan yang sering tak searah dengan tujuan penguasaan sumber daya lahan oleh negara.
1.2 Kontestasi Penguasaan Sumber Daya Lahan Sektoral
1.2.1 Alas Regulasi Penguasaan Sumber Daya Lahan
Paska kemerdekaan, undang-undang pertama yang mengatur penguasaan sumber daya lahan adalah Undang-Undang Pokok Agraria (UUNo. 5/1960) Undang-Undang tersebut disusun untuk meletakan sendi-sendi dan dasar hukum agraria Indonesia. Pokok-pokok yang diatur dalam UUPA antara lain hak kepemilikan dan hak pengunaan atas tanah. Hak kepemilikan atas tanah antara lain hak milik dan hak negara. Hak milik merupakan hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan tetap memperhatikan fungsi sosial. Sementara itu, hak negara (tanah negara), yaitu tanah-tanah yang tidak dapat dibuktikan kepemilikannya. Hak negara dalam Undang-Undang Pokok Agraria ini mengacu pada Agrarische Wet 1870 di zaman Belanda (Djajapertunda dan Djamhuri 2013) yang artinya pengakuan sumber daya lahan sebagai hak milik perlu bukti .
Sumber: Forci Development