JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Program peremajaan sawit rakyat belum maksimal berjalan sampai semester pertama tahun ini. Banyak kendala yang dihadapi terutama berkaitan legalitas dan status lahan petani.
“Dari target sekitar 185 ribu hektare untuk tahun ini, sepertinya akan sulit tercapai karena baru sedikit terealisasi,” kata Bayu Krisnamurthi, Pengamat Industri Sawit, dalam sambungan telepon.
Dalam presentasi di IOPC 2018 di Medan, Bayu mempresentasikan data perkembangan peremajaan sawit rakyat. Dalam datanya per Maret 2018 disebutkan bahwa dana yang sudah disalurkan oleh BPD- KS kepada Bank penyalur baru 9.200 Ha (4,5%), dari target 205 ribu hektare. Target ini merupakan gabungan dari target tahun 2018 seluas 180 ribu hektare dan tahun 2017 seluas 20 ribu hektare. Dari jumlah penyaluran dana, baru terserap dana oleh petani hanya mencapai 1.100 ha (0,5%).
Tim redaksi majalah SAWIT INDONESIA meminta konfirmasi kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit terkait perkembangan program replanting rakyat. Herdrajat Natawijaya, Direktur Replanting BPDP Kelapa Sawit, mengakui realisasi peremajaan sampai bulan Juli baru 10 ribu hektare. Dana yang disalurkan untuk kegiatan peremajaan sekitar Rp 265 miliar.
Kendala utama replanting adalah persoalan legalitas lahan. “Posisi kami menunggu rekomendasi teknis dari Ditjen Perkebunan. Tolong tanya ke pak dirjen juga,” kata Herdrajat.
Dalam pandangan Bayu Krisnamurthi, ada tiga faktor menyebabkan minimnya realisasi peremajaan sawit. Faktor pertama, kata Bayu Krisnamurthi, kejelasan status lahan petani. Tanpa status yang jelas maka hampir tidak mungkin mendapat pendanaan.
Faktor kedua, dijelaskan Bayu, kalaupun statusnya jelas bersertifikat dan bukan lahan hutan serta sepenuhnya lahan yang 100% ditanami sawit semenjak lama. Tapi masih perlu dilihat lahan itu pernah dijaminkan atau tidak, selanjutnya harus dilihat dulu apakah agunan lahan itu sudah selesai. “Kecuali memang petani mau menambah sendiri biaya replanting, selain dari dana sawit (dana pungutan),” ujarnya.
Tantangan berikutnya adalah kejelasan rencana kerja replanting itu sendiri, apakah dengan pola kemitraan atau tidak. Menurut Bayu apabila tanpa kemitraan lalu siapa yang melakukan proses teknisnya.
Bayu menambahkan petani juga harus diberikan dukungan melalui ketersediaan bibit yang terjamin baik sampai saat ditanam, dan jaminan ketersediaan pupuk karena menentukan produktivitas kebun di masa depan.
Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun, menuturkan dengan jumlah dana pungutan sawit yang sangat besar untuk peremajaan kelapa sawit, rehabilitasi lahan dalam rangka kepentingan lingkungan, biofuel, planting dan sebagainya.
“Namun sayangnya jumlah dana yang dialokasikan tersebut timpang dan tidak merata,” ungkap Misbakhun.
Misbakhun turut mengimbau penyaluran dana peremajaan terhadap lahan dan bibit kelapa sawit BPDPKS juga memperhatikan beberapa aspek, diantaranya sertifikasi lahan dan kualitas bibit sawit.
“Harus betul-betul kita cek apakah dalam hal peremajaan, lahan peruntukan sawit tersebut mempunyai sertifikat yang benar, lalu kemudian bibit sawit yang digunakan menggunakan bibit yang bagus kualitasnya. Jangan sampai kemudian bibit sawit petani yang sudah bagus, saat diremajakan diganti dengan bibit yang tidak bagus. Jangan merugikan petani yang hidupnya sangat bergantung pada kualitas bibit sawit tersebut,” pungkas politisi dapil Jawa Timur itu seperti dilansir dalam laman dpr.go.id.
Pernyataan sama diungkapkan Anggota Komisi XI DPR RI Johnny G. Plate. Menurutnya, peremajaan sawit sebaiknya menguntungkan masyarakat petani kelapa sawit lebih diutamakan, agar mampu menghasilkan kualitas yang baik.
“Jika sudah baik otomatis dapat meningkatkan penghasilan para petani kelapa sawit,” jelas politisi Partai NasDem.