Sudah 28 tahun warga Desa Pegaruyung Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar ini menjadi petani kelapa sawit, sejak ia beserta ratusan warga lain, diboyong oleh Yayasan Darmais menjadi warga transmigrasi. Awalnya, Mono hanya kebagian tanah seluas setengah hektar plus rumah papan berukuran 5×7 meter seperti jatah warga transmigrasi lainnya. Selang tiga tahun, barulah dia dapat pembagian satu kapling kebun kelapa sawit.
Kaplingan itu tidak didapat Mono secara gratis. Taoi dia beli dari bapak angkat seharga 16 juta. Saban panen, 30 persen dari hasil musti dai setor sampai kaplingan itu lunas. Sebagai pendatang baru yang kebunnya belum menghasilkan, Mono dan warga transmigrasi lainnya masih hidup susah. Jaminan hidup yang hanya setahun diberikan pemerintah, engak cukup. Biar saja bertahan hidup, mereka nyambi kerja sebagai buruh harian di perkebunan kelapa sawit milik PTPN V.
Selain menjadi buruh, mereka juga menguasai pekarangan rumah. Mulai dari menanam sayuran, singkong dan tanaman lain dijabani yang paling penting bisa menghasilkan duit. Bagi warga transmigrasi yang kebetulan bawa bekal duit lebih dari kampung, biasanya membuka warung kecil-kecilan, bengkel sepeda, kredit kain, bahkan jualan keliling. Namun tak sedikit pula yang tak sanggup bertahan dan memilih kembali ke kampung halaman.
Penulis : Abdul Aziz