“Binatang dibikinkan taman. Ada Taman Nasional, Suaka Margasatwa, Cagar Alam. Tapi kenapa malah manusia yang dibikin terperangkap di kawasan hutan?” rutuk Hendri Alfian, penghulu (Batin) adat Desa Alim Kecamatan Batang Cenaku Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu).
Rutukan Hendri tadi menjadi sinyal bahwa pemerintah telah kelabakan mengatur tata guna lahan. Ini tidak terlepas dari sikap pemerintah yang selama ini tidak tegas terhadap membludaknya korporasi yang datang mendulang duit ke Riau. Tak hanya korporasi perkebunan kelapa sawit, tetapi juga perkebunan akasia.
Data Dinas Perkebunan Riau tahun 2017 menyebutkan bahwa luas kebun kelapa sawit di Riau sudah mencapai angka 2,5 juta hektar, versi Apkasindo Riau 4,4 juta hektar. Lalu data jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) tahun 2018, luas konsesi akasia di Riau 2,1 juta hektar.
Jika angka di atas dicocokan dengan status kawasan pada SK 173 tahun 1986 – setelah diupdate tahun 2012 – maka telah terjadi pengunaan lahan yang overlapping alias tumpang tindih. Sebab di SK 173 itu disebutkan bahwa luas HPK – kawasan yang boleh untuk perkebunan – hanya seluas 1,76 juta hektar. Lalu ditanami akasia – hanya 1,6 juta hektar.
Penulis : Abdul Aziz