Sejarah perkebunan rakyat dari berbagai komoditas di Indonesia menunjukan bahwa prospek keberlanjutan komoditas itu sangat tergantung harga. Saat harga bagus maka komoditas berkembang. Sebaliknya saat harga turun juga berdampak lesunya komoditas.
“Sebaiknya pola pikir dan kondisi ini perlu diubah,” ujar Dr. Purwadi yang juga redaksi ahli Majalah Sawit Indonesia.
Menurutnya perkebunan sawit rakyat mengandalkan kelimpahan sumber daya lahan dan iklim yang cocok. Kondisi ini berakibat budaya industri tidak tumbuh dan menjadikan harga sebagai patokan. Yang perlu diperhatikan adalah harga pokok kompetitif untuk mempertahankan keberlanjutan komoditas.
Solusinya adalah transformasi budaya petani dengan me-reset pemikiran dari budaya bertani menjadi budaya industri. Dibangun sistem dan cara industri untuk produksi.
Berikut ini petikan wawancara kami dengan Dr. Purwadi, Direktur Pusat Sains Kelapa Sawit Instiper melalui tanya jawab tertulis:
Pak purwadi, kami ucapkan selamat telah memperoleh anugrah dari DPP Apkasindo sebagai dedikasinya kepada petani kelapa sawit Indonesia di penghujung tahun 2020 kemarin. Sepertinya ini penghargaan kedua dari DPP Apkasindo ?
Kami ucapkan terimakasih atas apresiasi DPP Apkasindo. Penghargaan ini saya terima penuh syukur. Walau pun kita berkarya bersama Apkasindo tidak bertujuan sekadar penghargaan melainkan bersama membantu teman-teman petani sawit. Betul ini penghargaan kedua, mungkin karena dalam dua tahun terakhir saya mencoba membantu Apkasindo untuk mengangkat keragaman organisasi agar naik kelas, menuju organisasi trust hworty dan good governance.
Di penghargaan pertama, terkait atas karya apa?
Pada 2018, penghargaan pertama sebagai Tokoh SDM Perkebunan Sawit. Memang tahun 2016 saat menjadi Rektor Instiper menginisiasi pengembangan pelatihan petani dan pendidikan anak-anak petani sawit melalui beasiswa BPDP-KS. Pada awalnya program itu akan dibiayai oleh Apkasindo sendiri. Kita bicarakan desain bersama dalam waktu hampir setahun. Saat akan diselenggarakan, ke betulan berdiri BPDP-KS dan salah satu programnya adalah untuk pendidikan.
Tepatnya 18 Agustus 2016, Instiper menginisiasi rapat bersama dengan APKASINDO, BPDP-KS, GAPKI, GPPI, dan DitjenBun di Yogyakarta. Saat itu hadir Pak Bayu Krisnamurthi sebagai Dirut BPDP-KS kala itu. Rapat sepakat perlu mendidik kader petani demi keberlanjutan sawit. Atas dasar itulah, perlu dukungan pembiayaaan dan beasiswa dari BPDP-KS kepada anak-anak petani. Dan saat itu Pak Dirut setuju. Ya kita sebut saja itu “Deklarasi Jogya: Pendidkan untuk Anak Petani Sawit”
Bagaimana program tersebut selanjutnya berjalan?
Saat ini, BPDP-KS sudah memberikan bea siswa anak petani dan buruh sawit sebanyak 2650 orang. Awalnya, Instiper dan Politeknik CWE diberikan mandat melatih mereka. Sekarang berkembang menjadi 6 perguruan tinggi. Di Instiper, telah meluluskan sebanyak 900 orang dan sedang menempuh pendidikan sebanyak 250 orang. Yang saat ini dilanjutkan oleh Akademi Komunitas Perkebunan Yogyakarta.
Bagaimana dengan pelatihan petani ?
Saat kegiatan itu dimulai, Instiper yang pertama kali menyanggupi untuk melaksanakan, dan dalam perkembangannya dilakukan oleh banyak lembaga dan beberapa tahun terakhir kayaknya mandeg. Demikian juga saat itu gagasan dan penyelenggaraan pelatihan tentang sawit untuk guru-guru SMK Pertanian dan murid SMK Pertanian. Semua dibiyai oleh BPDP-KS.
Baik, bagaimana dengan penghargaan yang kedua, bahkan Ketua Umum Apkasindo sering menyebut Bapaknya Petani Sawit Indonesia ?
Ya tanya yang memberikan, barangkali menganggap saya cukup berkontribusi untuk membesarkan Apkasindo? Pada satu kesempatan saya diskusi dengan Pak Gulat dan Pak Rhino, bahwa anda berdua diberikan amanah untuk mimpin Apkasindo, dan saya melihatakan mampu untuk itu. Agar Apkasindo kuat, maka harus bersatu, bersama untuk menjadi kuat dengan membangun kelembagaan yang dipercaya dan bermartabat. Kalau Apkasindo bersatu, dipercaya, bermartabat pastiakan bermanfaat bagi para petani. Cara pertama menunjukan bahwa DPP Apkasindo ada dan bermanfaat untuk anggotanya.
Kedua, membangun kelembagaan secara cerdas oleh karenanya harus pintar setidaknya pengurus-pengurusnya. Setidaknya Ketum dan Sekjen harus mampu berfikir dan berdiplomasi secara cerdas, dapat dipercaya dan bermartabat. Selanjutnya berdua bilang, lha bapakkan salah satu dewan pakar kami, ya bantulah agar kami cerdas, dipercaya dan bermartabat.
Akhirnya justru Pak Purwadi yang ditodong duluan?
Betul, saya akan mencoba berkontribusi dengan target mentransformasi kelembagaan Apkasindo menjadi Asosiasi Petani Modern. Maka perlu kemampuan diplomasi dan manajemen yang cerdas. Tidak hanya kekuatan jumlah atau komunitas dan berdasarkan “otot”. Kita bangun Apkasindo naik kelas dengan target akhir 2020 harus sudah terwujud. Ketum bilang, “Apkasindo Naik Kelas”
(Selengkapnya dapat di baca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 111)