Jakarta, SAWIT INDONESIA – Pemerintahan Jokowi memutuskan untuk menggabungkan komoditi kelapa dan kakao ke dalam Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dengan pembentukan 2 deputi baru rapat terbatas 10 Juli 2024.
Direktur Eksekutif PASPI, Dr. Ir. Tungkot Sipayung menilai hal tersebut problematis lantaran dimasukkannya komoditas kakao dan kelapa bakal terbentur sejumlah regulasi karena dana sawit di BPDPKS adalah “dari dan untuk pelaku usaha”.
“Pertama, dalam UU no 39/2014 disebutkan dana pungutan perkebunan adalah ‘dari dan untuk pelaku usaha’. Artinya dana sawit yang ada selama ini harus kembali dan hanya untuk industri sawit. Dana sawit tidak bisa digunakan ke komoditi lain seperti kelapa dan kakao,” jelasnya saat dihubung, Kamis (12/7/2024)
Kedua, lanjut dia, legalitas pembentukan dan penugasan BPDPKS mulai dari peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri keuangan diperuntukkan hanya untuk sawit. Sehingga jika komoditas kelapa dan kalao hanya dimasukkan ke BPDPKS akan memunculkan masalah tata kelola.
“Butuh perubahan menyeluruh aspek tatakelola bpdpks yang ada selama ini jika komoditi yang ditangani berubah diluar sawit,” ujar Tungkot.
Dia menambahkan, masalah ketiga adalah fundamental dari ekosistem komoditas perkebunan di Indonesia selama ini (termasuk sawit) adalah kebijakan yang tersekat-sekat dan jalan sendiri-sendiri.
Menurutnya, kehadiran BPDPKS yang hanya diberi kewenangan “pungut-kelola- salurkan” dana sawit tidak bisa berbuat banyak karena kebijakan hulu-hilirnya ada di kementerian/ lembaga yang lain.
“Artinya dengan mandat BPDPKS yang terbatas tersebut, mengharapkan BPDPKS untuk berbuat banyak termasuk merevitalisasi kelapa dan kakao terbentur pada keterbatasan kewenangan,” tergasnya.
Dengan ketiga hal tersebut diatas, Tungkot memunta pemerintah sebaiknya jangan sepotong sepotong tetapi secara integratif. Dia mengusulkan agar BPDPKS ditransformasi menjadi Badan Nasional Komoditas Perkebunan Strategis langsung dibawah presiden.
“Cakupan komoditasnya sawit, kelapa, kakao, gula, kopi, karet dan teh. Tidak hanya mengurus pembiayaan seperti dana sawit, tetapi juga kebijakan hulu- hilir secara terintegrasi. Sumber pendanaan selain export levy, juga dimungkinkan import levy,” tandas Tungkot.