JAKARTA, SAWIT INDONESIA –Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan Indonesia berhasil menekan deforestasi 75,03 % menjadi 115,46 ribu ha di periode tahun 2019-2020. Angka ini jauh lebih rendah dari deforestasi tahun 2018-2019 sebesar 462,46 ribu ha.
“Penurunan deforestasi sepanjang 2019-2020 merupakan paling terendah sepanjang sejarah Indonesia.Ini hasil kerja keras kita bersama hingga laju deforestasi bisa turun,” kata Siti Nurbaya Bakar, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dalam sambutannya yang dibacakan Ruandha Agung Sugardiman Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK.
Fakta ini terungkap dalam INAPalmoil Talkshow bertemakan”The Fact of Indonesian Deforestation’s Rate”, Rabu (8 September 2021). Siti menjelaskan bahwa penurunan keruskaan hutan ini tidak terlepas dari berbagai kebijakan dan program pemerintah.
Upaya tersebut diantaranya penerapan Inpres Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut, Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, Pengendalian Kerusakan Gambut, Pengendalian Perubahan Iklim, Pembatasan perubahan Alokasi Kawasan Hutan untuk sektor non kehutanan (HPK), Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH/TORA), Pengelolaan Hutan lestari, Perhutanan Sosial, serta Rehabilitasi Hutan dan Lahan.
Dalam sesi diskusi, dijelaskan Ruandha, data penurunan deforestasi KLHK kurang perhatian dari dunia internasional. Lain halnya, saat World Resource Institute (WRI) mengeluarkan data penurunan deforestasi Indonesia sepanjang empat tahun terakhir.
Merujuk data WRI dalam laman resminya bahwa Untuk pertama kalinya, Indonesia juga tidak lagi menjadi salah satu dari tiga negara teratas berdasarkan tingkat kehilangan hutan primer sejak pengumpulan data dimulai.
Laju kehilangan hutan primer Indonesia menurun selama empat tahun berturut-turut pada tahun 2020 dan Indonesia menjadi salah satu dari sedikit negara yang berhasil mencapai hal ini.
Padahal, dikatakan Ruandha, penurunan deforestasi sebesar 75,03 % merupakan angka deforestasi netto. Perhitungan deforestasi ini juga mencakup baik di dalam maupun di luar kawasan hutan Indonesia.
Rumus penghitungan deforestasi netto adalah hasil deforestasi bruto dikurangi dengan angka reforestasi. Angka deforestasi bruto tahun 2019-2020 sebesar 119,1 ribu ha, dan angka reforestasinya sebesar 3,6 ribu ha. Maka diperoleh angka deforestasi netto sebesar 115,46 ribu ha.
Ruandha menjelaskan teknik pengolahan data deforestasi sangat akurat karena menggabung data pemetaan satelit dan kunjungan lapangan. Pemantauan menggunakan citra satelit dari LAPAN. Ditambah dukungan SDM tenaga teknis KLHK yang tersebar di 22 balai.
“Teknik kami selain melakukan penafsiran citra satelit juga dilakukan pemeriksaaan lapangan. Cara ini lebih akurat dibandingkan teknik data lembaga lai yang mengandalkan citra satelit,” urainya.
Joko Supriyono, Ketua Umum GAPKI, mengakui data penurunan deforestasi KLHK sangatlah bagus untuk dipublikasikan di dalam dan luar negeri. Karena penurunan tersebut merupakan angka faktual dan konkrit di lapangan.
Dalam laporan WRI, disebutkan bahwa Indonesia turun posisinya dari tiga besar negara dengan deforestasi tinggi, menjadi urutan keempat.
“Sayangnya, distribusi data tadi kurang gaungnya di dunia internasional. Respon berbeda datang dari dunia internasional saat WRI mengeluarkan data penurunan deforestasi Indonesia baru-baru ini. Kita punya berkepentingan agar isu deforestasi di tingkat dunia dapat dikurangi,” harapnya.
Sebab dikatakan Joko, kelapa sawit selalu menjadi sasaran tembak isu deforestasi. Padahal, luas perkebunan sawit 16,3 juta ha atau sekitar 8% dari luas darata Indonesia.
Andri Hadi, Dubes RI untuk untuk Kerajaan Belgia, Keharyapatihan Luksemburg dan Uni Eropa, menyatakan pihaknya telah menerima summary data KLHK berkaitan penuruna deforestasi di Indonesia. Data ini langsung didistribusikan pihak kedubes kepada lembaga terkait.
“Kami terus kampanyekan pembenahan tata kelola hutan kita. Di Eropa, kebakaran hutan juga terjadi di beberapa negara. Persoalan kebakaran tersebut tidak menjadi perhatian negara dunia ketiga. Berbeda kalau terjadi di kita, karena perspektif mereka (EU) tidak fair,” ungkapnya.
Prof Yanto Santosa, Guru Besar IPB University menjelaskan bahwa tuduhan deforestasi sudah lama ditujukan kepada industri sawit. Pangkal masalahnya adalah perbedaan definisi deforestasi di Indonesia dengan negara lain maupun lembaga asing.