JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Setelah harga dan distribusi minyak goreng dapat dikendalikan, fokus pemerintah mulai bergeser untuk menormalkan sektor hulu sawit khususnya harga Tandan Buah Segar (TBS) petani. Firman Hidayat, Staf Khusus Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi RI mengatakan, pihaknya menyampaikan beberapa update kebijakan pemerintah (Kemenko Marves) terkait dengan industri sawit, salah satunya minyak goreng yang tentunya berkaitan dengan petani sawit dan harga TBS di lapangan.
“Kami di Kemenko Marves ditugasi oleh Presiden Joko widodo, pada minggu ketiga bulan Mei 2022 dalam pengendalian harga minyak goreng di Jawa dan Bali. Tetapi dalam praktiknya setelah dipelajari tidak bisa stop di harga minyak goreng di Jawa dan Bali saja. Industri sawit dari hulu ke hilir saling berkaitan. Jadi kami mendesain kebijakan terkait dengan minyak goreng, mau tidak mau kita harus melihat secara utuh. Jadi harus bisa menyeimbangkan dari hulu hingga hilir,” ucapnya dalam Focus Group Discussion (FGD) bertemakan “Peningkatan Kesejahetraan Pekebun melalui Revisi Permentan No 1 Tahun 2018 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian TBS Pekebun”, pada Jum’at (19 Agustus 2022), di Jakarta.
“Tetapi kita juga harus bisa memperhatikan bahwa ada petani sawit yang harus tetap dijaga kesejahteraanya di belakang. Ada harga TBS yang harus dijaga, kemudian di tengah-tengah kita juga harus memastikan berusaha dan berkeadilan harus dimiliki oleh produsen dan distributor yang berada dalam rantai distribusinya. Dan, sulitnya tanpa disadari target dari sisi hulu dan hilir, kalau misalnya kita terlalu berat membebani target dari sisi hilir (minyak goreng) maka yang menjadi korban sisi hulu (harga TBS di tingkat petani),” lanjut Firman dalam paparannya.
Selanjutnya, ia menambahkan jika terlalu membebani target dari sisi hulu maka akan ada risiko dari sisi hilir. Ini yang sulit, sejak Januari – Maret 2022 keseimbangan agak berantakan, ini yang perlu ditata kembali tentunya membutuhkan waktu. Awal kami ditugaskan titik beratnya memang pada sisi hilir, seiring berjalannya waktu kami menyadari ketika sisi hilir sudah dititik aman maka kami prioritasnya pindah ke sisi hulu dalam waktu 2 – 3 bulan terakhir fokus kita sudah bergeser di sisi hulu dan prioritas utama kita adalah meningkatkan harga TBS ditingkat petani,” tambahnya.
Sementara, terkait dengan upaya meningkatkan harga TBS tingkat petani, Firman mengatakan tentunya solusi yang paling sustainable dimana bisa mempercepat ekspor dan mengosongkan tangki minyak CPO yang katanya penuh.
“Tetapi di saat yang bersamaan juga harus menyeimbangkan target yang ingin kita dari sisi hulu dan hilir dengan menjaga ketersediaan dan minyak gorengnya. Dan satu hal kita lagi coba menggeser konsumsi minyak goreng curah kemasan. Jadi ini target-target yang sedang kami kerjakan untuk 1 – 2 bulan terakhir dengan harga TBS sebagai prioritas utama. Langkah cepat yang harus dilakukan adalah penangguhan pembayaran PE dan perubahan penetapan harga referensi harga CPO,” pungkas Firman.