EU Deforestation-Free Regulation (EUDR) mendapat kecaman karena berpotensi merusak perdagangan dunia dan menekan harga komoditas.
Indonesia dan negara produsen sawit lainnya diminta mewaspadai skenario Uni Eropa yang menjalankan EUDR. Sebagaimana diungkapkan Dr. Eugenia Mardanugraha, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, saat menjadi pembicara diskusi pada akhir Agustus 2023.
“Regulasi yang mencegah impor produk-produk pertanian dan hutan terkait deforestasi ilegal tersebut tak lebih dari upaya Eropa menghambat kemajuan industri Indonesia. Termasuk, industri kelapa sawit.
Eugenia menengarai bahwa EUDR ini membawa kepentingan untuk mengendalikan harga sawit di pasar internasional. “Masa depan industri sawit Indonesia ditentukan oleh siapa yang mengendalikan harga sawit internasional,” kata Dr. Eugenia.
Sementara itu, International Trade Centre (ITC), lembaga gabungan antara PBB dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), ini mengingatkan bahwa EUDR menjadi “malapetaka” bagi perdagangan global. Direktur Eksekutif ITC, Pamela Coke-Hamilton, menjelaskan bahwa pelarangan larangan terhadap berbagai produk pertanian dan kehutanan ke pasar Uni Eropa yang dikaitkan dengan deforestasi akan menguntungkan perusahaan besar karena mereka dapat melacak sumber produk pertanian yang dihasilkan dan berisiko “memangkas” petani yang lebih kecil.
Sebagai catatan, negara-negara seperti Brasil atau Honduras, selaku pemasok utama komoditi kopi ke UE, atau Indonesia dan Malaysia selaku eksportir utama dunia untuk minyak sawit dan karet, adalah negara yang paling terdampak oleh regulasi EUDR.
Coke-Hamilton menegaskan apa bila petani kecil tidak bisa memenuhi persyaratan untuk mengekspor barang yang masuk dalam daftar EUDR, maka UU itu berisko menciptakan “lingkaran setan”.
“Sekali saja Anda kehilangan pangsa pasar, maka Anda kehilangan pemasukan, dan selanjutnya bakal banyak menaikkan angka kemiskinan, dan berikutnya menaik kanangka deforestasi. Sebab akar deforestasi adalah kemiskinan,” jelas Coke Hamilton.
Regulasi anti produk deforestasi ini akan berlaku efektif pada akhir 2024 yang menjadi UU pertama di dunia melarang impor berbagai produk yang terkait dengan penggundulan hutan seperti komoditi minyak sawit, kakao, kopi, kayu, kedelai, karet dan ternak.
“Di sisilain, Kita (berisiko) masuk dalam perangkap untuk memperkuat sesuatu yang sebetulnya sedang coba kita ubah (deforestasi),” ujar Coke Hamilton.
Dr. M. Fadhil Hasan, Ketua Bidang Luar Negeri GAPKI menyoroti EUDR ini akan memberikan dampak signifikan bagi ekspor sawit ke pasar Uni Eropa. ”Sebelum adanya EUDR, ekspor sawit Indonesia ke Uni Eropa sudah turun signifikan.
Dikatakan Fadhil, EUDR ini bagi industri sawit seperti apa the way forward-nya karena sudah lewat waktu untuk memberikan masukan dalam legislasi. ”Sebelum disahkan menjadi undang-undang memang kita melobi, tetapi setelah disahkan apa bila kita merasa aturan ini merugikan maka dapat mengajukan banding kepengadilan,” paparnya.
Fadhil mengakui regulasi seperti EUDR ini bukan yang pertama dan terakhir bagi Uni Eropa untuk menghambat komoditas sawit. sebelumnya, Indonesia sudah menghadapi tantangan seperti RED I, RED II, anti subsidi, dan anti dumping.
“Setelah EUDR ini akan ada tantangan lagi berkaitan isu human labour, mekanisme karbon. Jangan berharap dapat menyelesaikan EUDR katakan setelah berdialog dengan Uni Eropa. Karena akan ada lagi persoalan lainnya.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 143)