• Beranda
  • Rubrik
    • Analisis
    • Artikel
    • Berita Terbaru
    • Edisi Terbaru
    • Event
    • Hama Penyakit
    • Hot Issue
    • Inovasi
    • Kinerja
    • Oase
    • Palm Oil Good
    • Pojok Koperasi
    • Profil Produk
    • Sajian Utama
    • Seremoni
    • Sosok
    • Tata Kelola
  • Tentang Kami
  • Susunan Redaksi
  • Hubungi Kami
Facebook Twitter Instagram
Saturday, 1 April 2023
Trending
  • Potensi Ekspor UMKM Bersaing di Pasar Internasional.
  • CSR Membantu Pemberdayaan Petani Tanaman Pangan
  • UMKM Sawit Fokus Meraih Peluang Bisnis di ASEAN
  • Pemulia dan Pemuliaan Merupakan Kontribusi Signifikan Ketersediaan Pangan Nasional
  • Pengelolaan Lahan Gambut ASEAN
  • Produsen Alat Berat Tiongkok Resmikan Component Rebuilt Center di Balikpapan
  • Kenaikan Harga Pangan Jelang Idulfitri Berharap Tak Ada Kenaikan Signifikan
  • Bupati Indragiri Hulu Mengapresiasi Program Memerangi Stunting
Facebook Instagram Twitter YouTube
Majalah Sawit Indonesia OnlineMajalah Sawit Indonesia Online
Subscribe
  • Beranda
  • Rubrik
    • Analisis
    • Artikel
    • Berita Terbaru
    • Edisi Terbaru
    • Event
    • Hama Penyakit
    • Hot Issue
    • Inovasi
    • Kinerja
    • Oase
    • Palm Oil Good
    • Pojok Koperasi
    • Profil Produk
    • Sajian Utama
    • Seremoni
    • Sosok
    • Tata Kelola
  • Tentang Kami
  • Susunan Redaksi
  • Hubungi Kami
Majalah Sawit Indonesia OnlineMajalah Sawit Indonesia Online
Home » Sesuai Putusan MK No. 34/PUU-IX/2011,Pemerintah Wajib Lindungi Hak Atas Tanah dari Klaim Kawasan Hutan
Berita Terbaru

Sesuai Putusan MK No. 34/PUU-IX/2011,Pemerintah Wajib Lindungi Hak Atas Tanah dari Klaim Kawasan Hutan

By Redaksi SI2 months ago6 Mins Read
WhatsApp Facebook Twitter Telegram LinkedIn Pinterest Email
Share
WhatsApp Facebook Twitter Telegram LinkedIn Pinterest Email

JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Apabila diketemukan kebun sawit rakyat atau perusahaan yang sudah memiliki hak atas tanah tidak dalam kategori melanggar hukum. Maka konsep penyelesaiannya adalah pengeluaran kebun sawit tanpa syarat. Dan bukan seperti yang terjadi saat ini harus mengajukan pelepasan Kawasan hutan dan dibebani membayar PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak).

Hal tersebut disampaikan melalui keterangan tertulis oleh Dr Sadino, SH, MH, Pakar Hukum Kehutanan dan Pengajar Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia Jakarta, yang diterima redaksi sawitindonesia.com, pada Jum’at (27 Januari 2023).

Pernyataan itu, mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi No. 34/PUU-IX/2011, apabila ada hak-hak perorangan seperti SHM, HGU, HGB dan hak lainnya yang diklaim masuk kawasan hutan, Pemerintah wajib mengeluarkannya agar tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat.

Ditegaskan Dr Sadinoberdasarkan putusan MK apabila ada hak SHM, HGU, HGB dan hak lainnya yang diberikan berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) sah menurut hukum dijamin dan dilindungi oleh UUPA. “Bagi yang sudah ada hak atas tanah, istilah penyelesaian kebun sawit dalam Kawasan hutan adalah tidak tepat, dan yang tepat adalah Kawasan hutan yang masuk dalam kebun sawit sesuai kaidah dan norma hukum sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-IX/ 2011,” tegasnya.

Putusan MK telah merubah kewenangan Menteri Kehutanan agar pelaksanaan penetapan suatu kawasan menjadi kawasan hutan yang mengacu kepada Pasal 4 ayat (3) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan tetap memperhatikan hak atas tanah yang diberikan sesuai peraturan perundang-undangan. Sejak tahun 2012, Pasal 4 ayat (3) dinyatakan tidak berlaku dan tidak mengikat. Putusan MK berlaku sejak tanggal diputuskan yang bersifaf final.

Selanjutnya, penyelesaian telah diatur dalam Pasal 110A UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Perpu Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Dalam Perpu ini, hanya menekankan persyaratan izin lokasi dan/atau Izin Usaha Perkebunan. Namun, pada tahap implementasi dijalankan tidak sesuai dengan semangat dan tujuan UUCK dan Perpu 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Baca juga :   RSPO dan ISPO Bukti Sawit Berkelanjutan

Lebih lanjut, Dr.Sadino menjelaskan dalam menjalankan UUCK tentunya klasifikasi hak atas tanah harus diperhatikan agar tidak menyebabkan timbulnya konflik baru dalam sistem usaha di Indonesia. Terutama dalam insentif lahan sebagai bagian insentif kegiatan investasi.

“Jika produk yang diberikan oleh negara seperti Hak Atas Tanah tidak dilindungi, maka akan terjadi sengketa hukum di pengadilan yang membuat tidak terlindunginya investasi. Produk negara akan diuji melalui sengketa di pengadilan, baik terkait hak keperdataan maupun sengketa hukum administrasi,” imbuhnya, masih dalam keterangan tertulis.

Penyelesaian pemenuhan perizinan adalah bagi yang belum lengkap izinnya, jika kebun sawit yang sudah diberikan Hak Atas Tanah diperlakukan sama dengan izin tentu tidak benar dan melanggar hak konstitusi warga negara.

“Dalam hukum administrasi, dikenal adanya asas hukum Presumtio Iustae Causa yang bermakna ‘setiap Putusan tata usaha negara adalah sah sampai ada putusan pengadilan atau pejabat yang berwenang membatalkannya’, tentu SK penunjukan kawasan hutan, termasuk SK penetapan kawasan hutan yang dikeluarkan oleh Menteri tidak serta merta menghilangkan hak atas tanah,” tegas Sadino.

Sebagai contoh, pelaksanaan penegakan hukum dan penyelesaian kebun sawit seperti di Riau sudah seharusnya mendasarkan pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan memperhatikan asas-asas hukum dalam hukum administrasi terkait Hak Atas Tanah dan perizinan. Kalau Hak Atas Tanah dan izin yang diberikan sudah sesuai dengan tata ruang, maka istilah yang tepat penyelesaian kawasan hutan yang masuk dalam kebun sawit.

“Dengan demikian penyelesaian kebun sawit dalam UUCK ada 2 jenis yaitu Penyelesaian kebun sawit dalam Kawasan hutan, dan Penyelesaian Kawasan hutan dalam kebun sawit,” jelas Dr.Sadino.

Saat ini Pemerintah Daerah dan masyarakat khawatir akan dilakukan kriminalisasi oleh Penegak Hukum atas terbitnya Keputusan Menteri Kehutanan yang secara sewenang-wenang. Padahal bertentangan dengan pertimbangan Putusan MK No. 45/PUU-IX/2011 tanggal 21 Februari 2012 yang melindungi dan mengakui hak-hak atas tanah untuk dikeluarkan dari kawasan hutan.

Baca juga :   Pengelolaan Lahan Gambut ASEAN

Bagi perusahaan yang telah memperoleh izin dari Bupati dan bukan merupakan kawasan hutan tentunya tidak perlu permohonan pelepasan kawasan hutan. Kecuali memang didalam Peraturan Daerahberstatus sebagai kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi.

“Namun, seringkali disamaratakan perusahaan harus mempunyai izin pelepasan kawasan hutan, padahal kalau sumber perizinannya dari Perda dan statusnya bukan kawasan hutan ya tidak diperlukan pelepasan kawasan,” tegas Dr.Sadino.

Selanjutnya, ia menambahkan ketidaksinkronan Tata Ruang telah membuat kepastian kawasan hutan tidak pasti, begitu juga kepastian pembangunan umum seperti sarana-prasarana saat ini banyak dimasukkan dalam Peta Kawasan Hutan, seperti perkampungan, perkantoran, kebun rakyat, fasilitas umum seperti tempat ibadah, sekolah dan lainnya. Hal tersebut diakibatkan oleh kebijakan yang tidak baik, terutama terkait pemberian penyelesaian permasalahan di lapangan akibat ego sektoral.

“Padahalperizinan dibidang perkebunan menjadi wewenang penuh Bupati dengan arahan lokasi dan pertimbangan teknis dari ATR/BPN Kabupaten dan Dinas Kehutanan.Perda biasanya sebagai pedoman bagi ATR/BPN. Dalam izin lokasi bukan kawasan hutan, maka seringkali Hak Atas Tanah (SHM dan HGU) bisa dapat diproses dan lahir Hak AtasTanah. Sebaliknya ada juga wilayah yang memperhatikan Peta Kawasan Hutan, khususnya yang berstatus Hutan produksi yang dapat dikonversi maka harus mengurus pelepasan Kawasan hutan lagi ke Kementrian yang membidangi Kehutanan,” tambah Dr.Sadino.

Memahami permasalahan Kawasan hutan di Provinsi Riau dalam kebun sawit tidak bisa dilepaskan dari sejarah penunjukan Kawasan hutan di Provinsi Riau. Kondisi lahan di Riau dan Kepulauan Riau sejak dulu mayoritas ditunjuk sebagai kawasan hutan sebagaimana tertera dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 173/Kpts-II/1986 tentang Penunjukan Areal Hutan di Wilayah Provinsi Dati I Riau Sebagai Kawasan Hutan.

Fungsi kawasan hutan terbagi atas: 1. Hutan Lindung 397.150 hektar (4,2%), 2. Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata 451.240 hektar (4,8%), 3. Hutan Produksi Terbatas 1.971.553 hektar (20,8%), 4. Hutan Produksi Tetap 1.866.132 hektar (19,8); dan 5. Hutan Produksi Konversi dan Areal Penggunaan Lain 4.770.085 hektar (50,4%).

Baca juga :   Pemulia dan Pemuliaan Merupakan Kontribusi Signifikan Ketersediaan Pangan Nasional

Sesuai Surat Keputusan dalam diktum Ketiga: Memerintahkan Kepala Badan Inventarisasi dan Tata Guna Hutan untuk melaksanakan pengukuhan dan penataan batas kawasan hutan tersebut di lapangan. Yang menjadi pedoman di Riau wilayah hutan produksi konversi dan Areal penggunaan lain sudah mendekati 50,4% pada saat itu.

“Sumber hukum yang digunakan dalam penyusunan Peraturan Daerah di Provinsi Riau adalah mayoritas mengacu kepada wilayah hutan produksi konversi dan APL,” jelas Sadino.

Amanat dari Surat Keputusan Menteri Kehutanan, terkait dengan pengukuhan kawasan hutan hasil penunjukan sangat terlambat dilaksanakan di lapangan, sedangkan di lapangan sudah ada kegiatan pembangunan dan pemberian izin dan sudah melahirkan hak atas tanah (SHM, HGB, HGU, hak pengelolaan, hak Pakai dan lain sekunder lainnya) yang secara hukum adalah sebagai hak konstitusional pemegang hak masyarakat di Riau.

Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Budi Mulyanto menambahkan dasar dari penetapan kawasan hutan adalah pengukuhan, dan bukan penunjukan seperti selama ini diterapkan. “Konsep penunjukan yang selama ini diberlakukan punya persoalan yakni terlihat legal tapi tidak legitimate atau pengakuan sangat rendah dari masyarakat,” jelasnya.

Lebih lanjut, Prof Budi menyampaikan tata batas adalah proses hukum dan bukan proses teknis oleh karena itu batas harus ditentukan dan disepakati oleh pihak-pihak yang berbatasan dengan menerapkan azas contradictiore delimitatie.”Persoalan tata batas selalu tidak tuntas, karena dalam praktiknya terdapat dualisme kebijakan pertanahan di Indonesia,” lanjutnya.

Di dalam kawasan hutan legalitas pemanfaatan tanah ada melalui izin dari KLHK. Sedangkan di luar kawasan hutan atau yang disebut dengan Area Peruntukan Lain (APL) administrasi dan penguasaan tanah menjadi kewenangan Badan Pertanahan Nasional (BPN).

“Fakta ini berimplikasi pada munculnya berbagai aturan dan regulasi bidang pertanahan di dalam dan luar kawasan hutan, termasuk masalah kepastian hukum pengakuan penguasaan tanah oleh masyarakat, khususnya masyarakat adat yang telah lama bermukim di wilayah tersebut,” pungkas Prof Budi.

 

Share. WhatsApp Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Email Telegram

Related Posts

Potensi Ekspor UMKM Bersaing di Pasar Internasional.

10 hours ago Berita Terbaru

CSR Membantu Pemberdayaan Petani Tanaman Pangan

11 hours ago Berita Terbaru

UMKM Sawit Fokus Meraih Peluang Bisnis di ASEAN

12 hours ago Berita Terbaru

Pemulia dan Pemuliaan Merupakan Kontribusi Signifikan Ketersediaan Pangan Nasional

13 hours ago Berita Terbaru

Pengelolaan Lahan Gambut ASEAN

14 hours ago Berita Terbaru

Kenaikan Harga Pangan Jelang Idulfitri Berharap Tak Ada Kenaikan Signifikan

16 hours ago Berita Terbaru

Bupati Indragiri Hulu Mengapresiasi Program Memerangi Stunting

17 hours ago Berita Terbaru

Sustainable Finance Merupakan Hal Penting Dalam Transisi Energi Bersih

18 hours ago Berita Terbaru

BPDPKS Tetapkan 13 Lembaga Pendidikan Penyelenggara Beasiswa Sawit 2023

20 hours ago Berita Terbaru
Edisi Terbaru

Edisi 137 Majalah Sawit Indonesia

Edisi Terbaru 2 days ago2 Mins Read
Event

Promosi Sawit Sehat Dan Lomba Kreasi Makanan Sehat UKMK Serta Masyarakat

Event 1 week ago1 Min Read
Latest Post

Potensi Ekspor UMKM Bersaing di Pasar Internasional.

10 hours ago

CSR Membantu Pemberdayaan Petani Tanaman Pangan

11 hours ago

UMKM Sawit Fokus Meraih Peluang Bisnis di ASEAN

12 hours ago

Pemulia dan Pemuliaan Merupakan Kontribusi Signifikan Ketersediaan Pangan Nasional

13 hours ago

Pengelolaan Lahan Gambut ASEAN

14 hours ago
WhatsApp Telegram Facebook Instagram Twitter
© 2023 Development by Majalah Sawit Indonesia Development Tim.

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.