Berdasarkan data emisi GHG pertanian global yang dikeluarkan FAO (2013), menunjukan bahwa pangsa pertanian Indonesia dalam emisi gas rumah kaca pertanian global. Kontributor utama GHG pertanian global berturut- turut adalah pertanian China (14 persen), Pertanian India (13 persen), Pertanian Brazil (9 persen), Pertanian EU 28 (8 persen) dan pertanian USA (8persen). Kontibusi emisi GHG dari kelima pertanian negara tersebut mencapai 52 persen.
Kontribusi emisi GHG dari sektor pertanian Indonesia relatif kecil yakni hanya 3 persen. Dengan demikian tuduhan bahwa sektor pertanian Indonesia penyumbang terbesar GHG pertanian global adalah tidak benar dan tidak di dukung oleh data yang ada.
Sumber emisi GHG pertanian global adalah perternakan/enteric fermentation (43 persen), kotoran ternak di padang pengembalaan/manure letf on pasture (16 persen), pengunaan pupuk pabrik/synthetic fertilizers (15 persen), budidaya padi/rice cultivation (11 persen), pengelolaan limbah ternak/manure management (7 persen), limbah tanaman/crop residues (3 persen), pemanfaatan pupuk kandang/manure applied to soils (2 persen), pemanfaatan lahan gambut/cultivated organic soils (2 persen) dan pembakaran sisa tanaman/burning crop residues.
Dengan kata lain emisi dari pertanian global sebagian besar (95 persen) adalah dari kegiatan perternakan, pertanian padi dan pengunaan pupuk pabrik. Sedangkan, emisi dari pemenfaatan lahan gambut relatif kecil yakni hanya 2 persen.
Sumber: Mitos vs Fakta, PASPI 2017