JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Kementerian Lingkungan Hidup masih terfokus kepada pelepasan kawasan hutan melalui mekanisme 110 A sampai batas waktu 2 November. Setelah itu barulah mekanisme Pasal 110 B akan dijalankan bagi yang belum mengajukan proses penyelesaian.
Sekjen KLHK Bambang Hendroyono mengatakan jika proses penyelesaian lahan sawit masuk kawasan hutan yang totalnya 3,37 juta ha itu masih pada tahap pengenaan Pasal di 110A.
Menurutnya saat ini prosesnya yang hampir selesai di Pasal 110A adalah Kalimantan Tengah yang mencapai sudah mencapai 600 ribu hektar dari total masuk kawasan hutan diperkirakan seluas 800 ribu hektar.
Bambang meminta agar, pelaku usaha melaporkan lewat Sistem Informasi Perizinan Perkebunan (SIPERIBUN) yang batasnya sampai 2 November 2023.
“Yang enggak lapor sampai tanggal 2 ini, kita tidak harapkan. Karena kita kerja sampai tanggal 2. Banyak yang sudah masuk lagi, sehingga saya katakan 90-an persen sudah selesai di 110A,” ungkapnya.
Setelah Kalteng, Bambang menuturkan jika pihaknya saat ini tengah menyelesaikan identifikasi sampai besok ke provinsi lainnya seperti Riau, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bangka Belitung. Lalu, Kalimantan Selatan, Jambi dan daerah lainnya.
Menurut Bambang kawasan hutan yang masuk Pasal 110A ini, sejatinya diakui KLHK legalitas lahannya baik berupa Izin Lokasi, Izin Usaha Perkebunan (IUP) maupun Hak Guna Usaha (HGU). Namun, setelah KLHK identifikasi, ternyata belum memiliki izin pelepasan kawasan hutan karena dampak perubahan tata ruang.
“Usaha perkebunan sawit tanpa izin yang termasuk dalam Pasal 110A diwajibkan melunasi denda administratif berupa PSDH-DR. Setelah membayar denda, maka pemilik perkabunan dapat mengurus kembali persetujuan pelepasan kawasan hutan jika berada dalam fungsi hutan produksi, atau persetujuan melanjutkan usaha dan/atau kerja sama jika berada dalam kawasan hutan lindung/konservasi,” ungkapnya.
Penulis: Indra Gunawan