JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Permintaan pasar sawit di Uni Eropa semakin ketat terutama dalam penerapan standar keberlanjutan terhadap produk minyak sawit. Walaupun demikian, eksportir Indonesia tetap optimis mampu memenuhi kebutuhan Uni Eropa diperkirakan 6 juta ton minyak sawit hingga 2020.
“Dan kami siap memasok bukan saja 6 juta ton, tapi 8 juta ton minyak sawit lestari ke pasar Eropa,” kata Togar Sitanggang, Sekjen GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia), dalam acara Festival Colorful Indonesia di Paris Prancis, Sabtu (23/9), dalam keterangan tertulisnya.
Hadir dalam kegiatan ini antara lain Sekjen Apkasindo (Asosiasi Petani Kelap Sawit Indonesia) Rino Afrino. Togar Sitanggang menjelaskan bahwa Indonesia mampu memenuhi permintaan pasar Eropa tersebut terhadap produk minyak sawit bersertifikat (certified palm oil). Asalkan, negara pembeli Uni Eropa juga menerima CPO yang mengantongi sertifikat ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil).
“Menerima sertifikat ISPO berarti mengakui kredibilitas pemerintah Indonesia. Karena sertifikasi ISPO adalah standar wajib yang diberlakukan oleh pemerintah RI,” kata Togar.
Benua Uni Eropa (27 negara) adalah pasar minyak sawit terbesar kedua setelah India. Berdasarkan data GAPKI (tahun 2016), penjualan minyak sawit ke Uni Eropa mencapai 6,6 juta ton. Pasar terbesar minyak sawit terbesar dunia adalah India sebesar 10,25 juta ton. Sedangkan China di peringkat ketiga sebesar 5,15 juta ton.
Dalam kesempatan tersebut, Togar juga menjelaskan isu deforestasi yang dialamatkan kepada sektor perkebunan kelapa sawit Indonesia. “Deforestasi yang dilakukan oleh kelapa sawit Indonesia adalah deforestasi status. Mengubah status hutan menjadi APL (red-area penggunaan lain), di mana areal hutan tersebut kebanyakan sudah tidak punya pohon lagi. Pohon-pohon sudah ditebang oleh pemegang izin HPH sebelumnya,” katanya.
Dia pun berargumen bahwa ekspansi perkebunan soyabean juga lebih massif dibandingkan kelapa sawit. Dalam kurun tiga tahun terakhir, ekspansi perkebunan soyabean di dunia mencapai 8 juta hektar. Sedangkan, ekspansi perkebunan kelapa sawit hanya 6,4 juta hektar.
“Dan di Indonesia sudah tidak ada lagi ekspansi perkebunan kelapa sawit karena pemerintah masih memberlakukan kebijakan moratorium yang sudah berjalan lima tahun lebih,” pungkasnya.