JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Kalangan industri pengolahan minyak sawit menyambut baik keputusan pemerintah untuk menetapkan Spent Bleaching Earth atau SBE dari daftar limbah berbahaya dan beracun (B3). Selain, berdampak positif bagi biaya produksi dan daya saing perusahaan. SBE juga dapat diolah industri bersama Usaha Kecil Menengah di sekitar pabrik. Bagaimana caranya?
“Keputusan pemerintah ini akan memberikan multiplier effect bagi industri dan masyarakat. Masyarakat dapat dilibatkan untuk mengolah SBE menjadi produk bernilai tambah,” ujar Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), dalam #LetsTalkAboutPalmOil yang dimoderatori Togar Sitanggang, Kamis (18 Maret 2021).
Dari kapasitas produksi 92 unit pabrik pengolahan sawit (refineri) antara 600-3.000 ton per hari. Ada potensi menghasilkan 674 ribu ton SBE dalam setahun.
Setelah pemerintah menetapkan SBE menjadi non B3, Sahat menghitung butuh 22 pabrik solvent extraction di sembilan zona produksi. Nilai investasi total antara Rp1,5-Rp1,8 triliun.
Pabrik solvent extraction hanya mengambil R-Oil saja. Sementara, De-OBE yang dihasilkan bisa diserahkan kepada UMKM sekitar pabrik untuk membuat Cellular Lightweight Concrete dan bata ringan.
SBE yang diolah dengan Teknologi Solvent Extraction menjadi produk De-OBE (seperti pasir) dan R-Oil (minyak). Produk yang dihasilkan dari ekstraksi berupa pasir untuk pembuatan bahan bangunan. deOBE dapat digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan bata CLC ( Cellular Light Concrete ).
Sebagai informasi GIMNI, dalam sebuah presentasi, telah melakukan percobaan untuk memanfaatkan deOBE sebagai bahan baku pembuatan bahan-bangunan Cellular Light Concrete (CLC) – berukuran P x L x T = 600 mm x 200 mm x 100 mm. Formula material yang digunakan berupa campuran : material padat dan Semen 35.1% ; deOBE 33.2.4 % ; CaO 3.5% dan Pasir 10.3%. Dari beberapa kali percobaan dengan komposisi diatas diperoleh compressive strength produk CLC di level 10.8 -11.1 N /mm2
Sahat bersama pengurus GIMNI sangat jeli melihat peluang. Karena, teknologi mengolah SBE dengan solvent extraction ini dapat menjadi material bata CLC. Pembuatan bata ini akan digunakan untuk mendorong UKM dan koperasi di sekitar refineri.
Sahat menyarankan pabrik refineri sawit menggandeng masyarakat sekitar untuk membuat batu bata dari SBE. Mereka dapat membuat usaha kecil menengah. Alhasil, ekonomi masyarakat dapat bergerak.
“Ada kesempatan kerja. Lalu lebih ramah lingkungan. SBE dapat dijadikan bahan urukan jalan raya. Kami berterima kasih kepada Pak Jokowi karena di negara manapun SBE bukan limbah B3,” ujar Sahat.
CEO #LetsTalkAboutPalmOil menyadari beleid pemerintah saat ini lebih kuat dalam penetapan SBE sebagai non B3. Beleid yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah Nomor 22/2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sebab, pelaku industri mendapatkan kepastian hukum dibandingkan dengan aturan sebelumnya.
“Pelaku industri tidak perlu uji menunggu peraturan teknis pemerintah. Mereka lebih cepat bisa jalankan,” pungkasnya.