JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Cerita sukses petani sawit bukanlah isapan jempol. Salah satunya adalah kemampuan petani untuk menyekolahkan anaknya ke perguruan tinggi di dalam dan luar negeri.
“Kemenangan kita sebagai petani kelapa sawit adalah bisa mengantarkan anak-anak melanjutkan kuliah ke berbagai perguruan tinggi terkemuka di tanah air, bahkan hingga ke berbagai belahan penjuru dunia,” ungkap Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Sulbar, Andik Kaerudin dalam Workshop Jurnalistik Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Palu, Kamis (24/8).
Cerita ini diungkapkan dalam acara bertemakan “Kontribusi Sawit Bagi Pembangunan Provinsi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat” bertempat di Hotel Sutan Raja, Kota Palu. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) bekerjasama dengan PWI Sulteng sengaja mengangkat tema tersebut mengingat kontribusi dari sektor sawit yang begitu signifikan sebagai salah satu penggerak roda perekonomian daerah.
“Kami (wartawan) juga ingin berkontribusi terhadap industri yang telah menjadi sumber penghidupan bagi sebagian besar masyarakat di Sulawesi dengan cara mengedukasi masyarakat lewat berita baik cetak maupun online. Industri kelapa sawit sudah terbukti memberikan kontribusi positif, adalah suatu keharusan bagi kami menyampaikan kebenaran tersebut kepada publik,” seru Ketua PWI Sulawesi Tengah, Mahmud Matangara dalam sambutannya membuka workshop.
Selain dihadiri PWI Sulteng dan Apkasindo Sulbar, dalam acara tersebut turut pula diikuti oleh Forum Pemimpin Redaksi (PEMRED) dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki). Tidak hanya itu, PWI Sulteng juga menghadirkan tiga orang pembicara yang kompeten dibidangnya masing-masing.
Pembicara pertama adalah Dosen Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Univesitas Hasanudin, Prof. Dr. Ir. Didi Rukmana MS yang menyampaikan mengenai perkembangan sosial ekonomi Provinsi Sulbar dan Sulteng sebelum dan sesudah tahun 90-an. Kehadiran industri kelapa sawit memberikan angina segar bagi ekonomi Sulbar dan Sulteng.
“Kontribusi sektor perkebunan, termasuk kelapa sawit rata-rata adalah +- 20 persen, yang secara positif berdampak pada peningkatan pengeluaran perkapita masyarakat. Peningkatan Konsumsi masyarakat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Artinya tingkat kesejahteraan masyarakat juga semakin baik,” paparnya.
Sejalan dengan pernyataan tersebut, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Hasanudin, Prof. Dr. Ir. Laode Asrul MP menyatakan bahwa selain menjadi stimulus perekonomian, industri kelapa sawit juga telah membuktikan diri sebagai sektor usaha yang berkelanjutan.
“Beberapa sektor industri masih bermasalah degan sistem tata niaga yang tidak baik, ada pula yang tidak bertahan setelah beberapa tahun karena tidak dapat diperbarui, sehingga saat sumber dayanya habis akan kehilangan tajinya,” ungkap Laode.
Lebih lanjut Laode menjelaskan, bahwa Industri kelapa sawit adalah salah satu contoh dari apa itu industri yang memiliki kelangsungan usaha yang baik (sustain). Salah satunya dengan diterapkannya Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Kelapa Sawit juga merupakan industri yang dapat diperbaharui, sehingga tidak membutuhkan waktu berpuluh-puluh tahun untuk memperoleh kembali manfaatnya.
“Apalagi sektor ini (kelapa sawit) secara kompetiif dan komparatif telah melekat di bumi Indonesia. Indonesia bersama dengan Malaysia merupakan dua Negara paling kompetitif di industri ini, bahkan nyaris tanpa pesaing. Oleh karenanya patut kita perjuangkan bersama,” pungkasnya.
Dalam acara tersebut, Media Massa juga dihimbau agar dapat menyampaikan informasi secara berimbang. Terutama berkaitan dengan maraknya kampanye negatif yang dialamatkan oleh Eropa dan Amerika. Pemimpin Umum Warta Ekonomi, Muhamad Ihsan yang juga menjadi salah satu panelis dalam acara tersebut secara tegas menyatakan bagaimana sebaiknya media harus bersikap.
“Sayangnya banyak pemberitaan yang masih belum berimbang, mengandalkan opini salah satu sumber saja, tanpa terlebih dahulu melihat fakta di lapangan. Contohnya saja, berita dari LSM asing sering begitu saja diambil, tanpa ada kroscek terlebih dahulu kebenarannya dengan pihak terkait. Sehingga ujung-ujungnya pemberitaan menjadi tidak berimbang,” sesal Ihsan.