JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Pemerintah diminta tidak tinggal diam dengan sikap 56 Anggota Parlemen Eropa Komite Lingkungan, Kesehatan Masyarakat, dan Keamanan Pangan yang setuju membawa laporan negatif sawit ke sidang pleno. Tindakan dinilai sangat diskriminatif karena menghambat produk pertanian negara berkembang.
Yunita Sidauruk, Ketua Bidang Advokasi Hukum GAPKI, meminta pemerintah mengajukan protes yang bersifat resmi kepada Komisi Uni Eropa. Pasalnya, keputusan yang diambil anggota parlemen Eropa bakalan merugikan perdagangan Indonesia.
Badan Pusat Statistik melaporkan ekspor produk sawit Indonesia ke Uni Eropa mencapai 4,3 juta ton pada 2016. Uni Eropa adalah pasar kedua terbesar setelah Indonesia yang pada tahun lalu mengimpor produk sawit Indonesia sebesar 5,7 juta ton.
“Sebaiknya parlemen UE minta konfirmasi dulu ke Indonesia soal deforestasi ini. Pemerintah perlu membangun komunikasi dengan UE,”ujarnya dalam layanan pesan WhatsApp pada Senin (13/3).
Sikap anggota Uni Eropa ini, dalam pandan Yunita, tidak terlepas dari persaingan dagang minyak nabati. “Supaya rapeseed dan minyak nabati produk mereka bisa laku,”jelas Yunita.
Bayu Krisnamurthi, Ketua Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) menyebutkan dalam kajian Komisi Eropa pada 2013 sesungguhnya dijelaskan deforestasi yang dipicu sawit hanya 2,5%, jauh lebih kecil dari pembukaan lahan kedelai, peternakan sapi, jagung, dan pengembangan infrastruktur. Bahkan ekspansi sawit di seluruh dunia hanya seperlima dari ekspansi kedelai dan jauh lebih kecil dari ekspansi rapeseed, tanaman sumber minyak nabati yang tumbuh di Eropa.
Untuk menghadapi kebijakan Uni Eropa, Bayu mengharapkan pemerintah segera bertindak., Pertama memastikan sawit menjadi salah satu perhatian utama dalam negosiasi RI-EU-CEPA.
Kedua, memanfaatkan forum WTO untuk mendapatkan perlakuan non diskriminatif apabila sawit harus bersertifikat. Artinya, semua minyak nabati yang digunakan Uni Eropa termasuk dari kedelai, rapseed, bunga matahari dan lainnya harus bersertifikat.
Ketiga, menyiapkan langkah untuk mengatur tentang sertifikat bagi komoditas impor seperti kosmetik, susu/keju, anggur/wine, termasuk yang berasal dari Eropa. Keempat, memperkuat kerja sama dengan negara produsen sawit, terutama di kawasan APEC dan Afrika.