(Catatan Obrolan #LetsTalkAboutPalmOil)
JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Kelapa sawit adalah sumber utama energi Indonesia di masa depan. Ungkapan ini dilontarkan Togar Sitanggang dalam sebuah obrolan santai di Koffee Konco, Jakarta Selatan, Kamis (20 Juni 2019). Obrolan yg bernama #LetsTalkAboutPalmOil ini diinisiasi oleh Togar Sitanggang agar ada satu wadah diskusi bagi seluruh pemangku kepentingan di industri kelapa sawit Indonesia untuk dapat menyuarakan pendapatnya secara terbuka dan bebas karena peserta yang hadir “diwajibkan” melepas atribut sehari-harinya dan datang sebagai pribadi masing-masing.
Togar Sitanggang sangat dikenal di kalangan stakeholder sawit maupun jurnalis. Gagasan maupun idenya bertebaran di media cetak maupun online sebagai narasumber berita maupun secara pribadi.
Setiap sesi diskusi, yang direncanakan diadakan setiap bulan, akan menampilkan dua narasumber sebagai pemantik diskusi. Togar menjelaskan tidak ada tema bulanan untuk kegiatan ini. Calon narasumber diberikan kebebasan menyajikan topik berbeda. Intinya kegiatan ini memakai prinsip Chatham House Rule. Prinsip ini berasal dari Chatham House, sebuah lembaga nirlaba di Inggris. Secara garis besar, peserta bebas menyampaikan pendapatnya dan pendapat di dalam diskusi bisa disebar luaskan tetapi tidak mengutip siapa yang menyatakan pendapat tersebut.
Obrolan yang semula dijadwalkan mulai jam 16.00 WIB. Ternyata molor menjadi 16.30 WIB. “Semoga untuk diskusi berikutnya bisa tepat waktu,”kata Togar mengingatkan saat membuka acara.
Adalah Dr. Bayu Krisnamurthi, yang mendapatkan kesempatan pertama menyampaikan topik pembicaraan. Topik yang dibawakan mengenai negosiasi Indonesia-Eropa dalam skema Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA).
Tapi, Bayu meminta pembicaraannya tidak dijadikan bahan berita. “Off the record ya,” ujarnya di awal pembicaraan.
Selesai Bayu berbicara. Togar mengingatkan supaya sesuai aturan bahwa waktu berbicara 15 menit.” Bapak berbicara sampai 17 menit lamanya,” ujar Togar. Bayu tersenyum simpul mendengarnya.
Setelah itu, Togar menjadi pemantik obrolan berikut. Presentasinya berjudul “Rumah Bagi Industri Kelapa Sawit Indonesia”, ia menguraikan persoalan dan tantangan industri sawit di masa depan.
Dalam obrolan ini muncul pertanyaan bahwasannya kelapa sawit berada di persimpangan antara memenuhi kebutuhan pangan atau energi. “Akan seperti apa sawit dalam 20 tahun mendatang?” ujar seorang peserta.
Saat ini, kelapa sawit telah menjadi sumber bahan baku biodiesel. Setelah B20, pemakaian campuran biodiesel akan meningkat menjadi B30. Ini berarti, penggunan minyak sawit di dalam negeri akan naik signifikan. Di satu sisi, Indonesia tetap dihadapkan untuk memenuhi pasar minyak nabati global.
Disinilah muncul pertanyaan seberapa kuat pasokan minyak sawit Indonesia untuk mencukupi permintaan dunia. Sebab, kebutuhan minyak sawit akan meluas kepada sektor energi, tidak sebatas kebutuhan pangan. Di sisi lain, produksi sawit sulit meningkat lantaran hambatan kebijakan seperti moratorium sawit. Tidak menutup kemungkinan, produksi sawit bisa mencapai 100 juta ton dalam sepuluh tahun mendatang.
Tantangan lain adalah persoalan sawit dikerjakan banyak kementerian. Disinilah ada usulan membuat “Rumah” bagi industri sawit Indonesia. Pemahaman “Rumah” adalah lembaga di bawah Presiden yang berwenang penuh mengurus kelapa sawit dari hulu sampai hilir. Tidak seperti sekarang, penanganan isu dan masalah sawit terdistribusi di sejumlah kementerian.
“Bukan berarti, kita tidak ingin masalah sawit ditangani banyak kementerian. Tetapi, butuh kepemimpinan dan koordinasi dalam satu lembaga yang jelas dan berwenang penuh. Nanti, lembaga ini yang mengelola penanganan masalah dan kebijakan sawit,” jelas peserta.
“Rumah” ini dapat berperan untuk mengintegrasikan data kelapa sawit yang tersebar di berbagai kementerian. Alhasil, tidak akan ditemukan perbedaan data antar kementerian. Selama ini pelaku industri tidak punya rujukan data sawit dalam versi sama. Karena antara kementerian punya data masing-masing.
Malaysian Palm Oil Board (MPOB) adalah lembaga yang dapat dijadikan contoh. Lembaga pemerintah ini dibawah Kementerian Industri dan Komoditas Perkebunan Malaysia mempunyai peranan untuk mempromosikan dan mengembangkan kelapa sawit.
Ada banyak alasan mengapa industri kelapa sawit harus punya “rumah” sendiri. Pertama, industri kelapa sawit sangat strategis menjadi penyumbang devisa lebih dari Rp 300 triliun per tahun. Kedua, puluhan juta masyarakat Indonesia bergantung ataupun terkait dengan industri ini dari tenaga kerja langsung maupun tidak langsung. Ketiga, devisa yang dihasilkan sangatlah besar dan itu dari satu komoditas saja. Keempat, sejarah beberapa kementerian yang dibentuk berdasarkan potensi untuk digali dari sektor tersebut antara lain Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Kementerian Pariwisata. Industri kelapa sawit sudah membuktikan potensinya.
Dengan adanya lembaga khusus yang menaungi sawit akan lebih mudah membangun persepsi dan pandangan sama terkait kelapa sawit. karena selama ini, tiap kementerian dan lembaga pemerintah berbeda pola pandangnya terhadap sawit.
(sesi diskusi kedua #LetsTalkAboutPalmOil akan diadakan pada tanggal 18 Juli 2019 di tempat dan jam yang sama. Artikel ini telah mendapatkan persetujuan Togar Sitanggang sebagai inisiator kegiatan).