Kelapa sawit adalah tanaman ajaib.Tanaman yang aslinya dari Afrika ini sanggup memenuhi kebutuhan hidup manusia dari bangun tidur sampai tidur lagi. Ada 165 produk turunan dengan bahan utama ataupun mengandung minyak sawit.
Di pasar global, minyak sawit memenuhi kebutuhan minyak nabati dunia hampir 40%. Kebutuhan terhadap minyak sawit berasal dari sektor pangan, non pangan, dan energi. Kalau dulu, masyarakat awam mengenal pemanfaatan kelapa sawit sebatas dari buahnya saja. Tapi, sekarang ini limbah sawit baik padat maupun cair dapat diolah untuk kepentingan hajat hidup masyarakat seperti energi listrik, pupuk kompos, dan kertas pengemas makanan.
Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), mengatakan produk hilir sawit berkembang pesat semenjak terbitnya PMK 128/2011 dan jenis produk hilir berkembang dari 85 jenis produk menjadi 165 jenis produk sampai pertengahan tahun ini.
Dari minyak sawit dan minyak inti sawit dikenal beragam produk antara seperti surfaktan, bio kimia, natural oil with micronutrients and natural cosmetics for hair and anti-aging. Selain itu, kandungan minyak inti sawit juga digunakan untuk produk panganan seperti krimer non susu dan Cocoa Butter Alternatives (CBA).
Dalam Buku Ekonomi Agribisnis Minyak Sawit (2012), Tungkot Sipayung membagi agribisnis hilir minyak sawit ke dalam tiga kelompok utama yaitu (1) industri oleokimia adalah industri mengolah CPO dan PKO menjadi produk turunan (produk antara), (2) industri oleopangan (food oleo/oleo edible) merupakan industri memakai oleokimia menjadi produk pangan seperti minyak goreng, vanaspati, shortening, dan margarin, (3) industri oleo non-pangan (oleo non-food/oleo non-edible) yakni industri menggunakan produk oleokimia menjadi produk bukan pangan.
“Produk bernilai tambah tinggi masih berpotensi dihasilkan dari sawit seperti bioplastik, biolubrikan, bahan bakar jet, particle board, extracting betacarotene, briket carbon, dan mineral oil surfactant,” kata Sahat Sinaga dalam kesempatan terpisah.
Menurut Sahat, nilai tambah sawit dapat ditingkatkan melalui pengembangan produk hilir. Sebagai contoh, minyak sawit dapat digunakan untuk menjadi bahan baku pelumas. Harga pelumas per liter sekitar Rp 25 ribu, sedangkan minyak goreng hanya Rp 12 ribu. “Untuk meningkatkan nilai tambah minyak sawit itu sampai ke Rp 25 ribu, salah satu caranya bisa dengan pelumas,” jelas Sahat.
Sahat menuturkan ketika harga minyak sawit turun sebenarnya menjadi momentum bagi pemerintah dalam penguatan riset dan belajar melihat prospek kelapa sawit di masa depan. Dengan begitu, pemerintah tidak terjebak baha pengembangan industri sawit nasional bergantung kepada kenaikan harga minyak sawit.
Sejatinya, kelapa sawit punya potensi biomassa yang bernilai ekonomi sangat tinggi bagi kebutuhan energi dan biokimia. Biomassa berasal dari cangkang TBS atau mesocarpp batang pelepah sawit yang harganya dapat mencapai US$ 200 per ton.
Dengan begitu, menurut Sahat, harga TBS petani berpotensi dapat meningkat Rp 2.200 per kilogram. Sebagai informasi, petani menerima harga TBS di kisaran Rp 1.200-Rp 1.300 per kilogram. “Disinilah, riset berperan penting untuk meningkatkan nilai tambah sawit. Sebaiknya, perusahaan menyisihkan pendapatannya bagi kepentingan riset,” kata Sahat.
Di edisi Agustus ini, Rubrik Hot Issue menampilkan empat jenis produk turunan kelapa sawit antara lain kertas pengemas makanan dan bioplastik dari limbah tandan kosong, Cocoa Butter Alternatives, dan produk kosmestik. Sebenarnya, masih banyak produk turunan sawit yang telah digunakan secara komersial dan masih tahapan pengembangan. Namun demikian, empat produk ini dapat menjadi representasi betap besarnya potensi sawit bagi hajat hidup orang banyak. (Qayuum Amri)