PT Saraswanti Anugerah Makmur Tbk dikenal sebagai jajaran produsen terbesar pupuk NPK di Indonesia. Selain di Jawa, perusahaan yang berkantor pusat di Surabaya ini membangun pabrik pupuk di Sumatera dan Kalimantan. Strategi tepat mendekati customer khususnya perkebunan.
Di pengujung September 2023, tim redaksi Majalah Sawit Indonesia berdiskusi dengan Presiden Direktur PT Saraswanti Anugerah Makmur Tbk, H. Yahya Taufik, terkait perkembangan kebutuhan pupuk majemuk (NPK) di Indonesia. Pria kelahiran Situbondo ini membuka diskusi melalui presentasi yang menampilkan tren kenaikan permintaan pupuk NPK.
“Sedari saya SD (red-Sekolah Dasar) sudah diajarkan bahwa Indonesia negara agraris. Maka kebutuhan pupuk Indonesia besar sekali. Total kebutuhan pupuk secara nasional mencapai 28 juta ton sampai 2022, baik pupuk tunggal dan majemuk juga sektor subsidi dan non subsidi,” ujar Yahya.
Menurutnya dari jumlah 28 juta ton terdiri dari sektor subsidi kurang lebih 8,8 juta ton dan non subsidi 20 juta ton. Kebutuhan pupuk non subsidi ini mayoritas itu perkebunan dan sebagian besar 80 persen lebih dari permintaan kelapa sawit.
Di slide presentasi berikutnya, dijelaskan Yahya, pupuk non subsidi sebanyak 20 juta ton di mana sekitar 11 juta ton pupuk majemuk dan 8juta tonpupuk Tunggal. Sebetulnya kebutuhan pupuk tunggal bisa dikonversi ke pupuk majemuk. Artinya, kebutuhan pupuk non subsidi Indonesia itu sangat besar tetapi serapan pupuk sangat rendah.
Menurut Yahya, serapan pupuk Indonesia masih di bawah negara lain seperti Malaysia. Serapan pupuk di Malaysia mencapai 300 kilogram per ha per tahun. Di Indonesia, penggunaan pupuk baru 150 kilogram per ha per tahun. Tantangan yang dihadapi Indonesia adalah kemampuan daya beli terutama di sektor perkebunan rakyat. Masalah berikutnya perkebunan rakyat yang jauh di perkotaan kesulitan mendapatkan pupuk. Akibatnya produktivitas pertanian Indonesia itu rendah sebagai imbas belum maksimalnya konsumsi pupuk.
Di sisi lain, produksi pupuk NPK yang dihasilkan produsen belum mencukupi kebutuhan. Yahya menampilkan data pasokan pupuk NPK sekitar 6 juta per tahun. Jumlah ini berasal dari produksi pupuk NPK BUMN sebesar 3,12 juta ton dan pupuk NPK swasta 2,679 juta ton.
“Saraswanti Anugerah Makmur menghasilkan 700 ribu ton per tahun, ditambah lagi dari produksi perusahaan afiliasi kami 100 ribu ton per tahun. Artinya total produksi 800 ribu ton per tahun. Produksi yang dihasilkan Saraswanti selalu diserap pasar. Artinya pasar pupuk NPK sangat besar dan terbuka,” urai lulusan Fakultas Pertanian Universitas Jember ini.
Data menunjukkan tren kenaikan produksi pupuk NPK sebesar 7,5% setiap tahun. Namun pasokan pupuk nasional belum mencukupi kebutuhan. Karena itulah, terjadi impor pupuk dari negara lain.
Berpijak dari kondisi tersebut, dikatakan Yahya, Saraswanti Anugerah Makmurterus menggenjot kapasitas produksi NPK untuk memenuhi kebutuhan. Perusahaan menargetkan kenaikan produksi NPK sampai 1,2 juta ton dengan penambahan pabrik baru dan eksisting line.
Yahya menjelaskan bahwa perusahaan sedang menyelesaikan pembangunan pabrik pupuk NPK di Riau yang ditargetkan dapat beroperasi pertengahan 2024. Pabrik berkapasitas 100 ribu ton ini memiliki nilai investasi sampai Rp 250 miliar.”Kami rencanakan pembangunan satu pabrik dan penambahan 3 production line. Jadi strateginya bertahap begitu ada peningkatan akan ditambah lagi,” urainya.
Saat ini, SaraswantiAnugerah Makmur telah memiliki 5 unit pabrik NPK yang tersebar di Jawa dan luar Jawa. Sebaran pabrik pupuk NPK-nya antara lain 2 unit pabrik di Mojokerto, Jawa Timur berkapasitas 300 ribu ton per tahun. Adapula 2 pabrik berkapasitas produksi 240 ribu ton per tahun yang berada di Medan, Sumatera Utara. Selain itu, perusahaan mengelola satu unit pabrik NPK di Sampit, Kalimantan Tengah.
Apa pertimbangan Saraswanti Anugerah Makmurmendirikan pabrik NPK di luar Jawa? Yahya Taufik menjelaskan bahwa pendirian pabrik di Medan dan Sampit untuk mendekati customer khususnya perkebunan sawit. Strategi ini bertujuan mengimbangi masuknya pupuk impor dari Sumatera dan Kalimantan.
”Produk NPK kami punya keunggulan komparatif dibandingkan pupuk impor karena mempermudah akses customer. Sebab, tantangan yang kita hadapi adalah biaya logistik sangat tinggi,” jelasnya.
Dijelaskan Yahya, biaya pengiriman pupuk dari Jakarta, Surabaya ataupun Gresik ke Kalimantan mencapai US$40 per ton. Namun, biaya pengiriman pupuk dari Port Klang ke Indonesia sebesar US$20 per ton. Begitupula biaya pengiriman dari Ningbo (China) ke Surabaya sebesar US$30 per ton.
“Dengan mendirikan pabrik di daerah diharapkan mampu bersaing dan membendung produk impor. Banyak juga perusahaan langsung impor pupuk dari negara lain. Akibatnya beda harga pupuk dalam negeri bisa 15 persen lebih tinggi dari impor,” kata Yahya.
(Selengkapnya dapat dibaaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 145)