Kegiatan bisnis harus berperan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Filosofi ini sudah mendarah daging dalam proses bisnis PT Astra Agro Lestari Tbk.
“Di Astra Agro, program CSR (red-Community Social Resposibility) telah menjadi bagian proses bisnis. Bukan sebatas program pendukung seperti di unit Astra lainnya,” kata Santosa, Direktur Utama PT Astra Agro Lestari Tbk, dalam perbincangan di awal Agustus 2017.
Dari keseluruhan buah sawit yang diolah perusahaan, kata Santosa,sekitar 50% bersumber dari petani baik plasma dan swadaya. Selain mencari profit, Astra Agro menempatkan posisi menjaga stabilitas masyarakat. Saat harga buah bagus, masyarakat leluasa menjual ke pabrik lain. Tetapi ketika harga jatuh, mereka mengirimkan buah ke pabrik sawit Astra.
“Kami tidak bisa menolak buah sawit dari masyarakat. Ini cara kami untuk menjadi stabilisator sosial,” ujar lulusan Program Studi Fisika Universitas Gajah Mada.
Hingga semester pertama, Astra Agro mencatat kenaikan produksi Tandan Buah Segar (TBS) sawit sebesar 23% menjadi 2,5 juta ton. Begitupula pembelian buah sawit dari pihak ketiga tumbuh 14,7% dari 1,1 juta ton menjadi 1,27 juta ton. Imbasnya adalah produksi CPO emiten berkode AALI ini terdongkrak 70% menjadi 762 ribu ton.
Tahun ini,perusahaan menargetkan produksi sawit terdongrak antara 10%-15%. Cuaca yang bagus menjadi faktor utama pendorong produksi. Peningkatan produktivitas dan efisiensi menjadi perhatian perusahaan melalui program mekanisasi. Di perkebunan, kegiatan mekanisasi pemupukan sebagian besar telah berjalan baik. Mekanisasi berikutnya di bidang panen dan transportasi.
Tim Redaksi Majalah SAWIT INDONESIA mewawancarai Santosa hampir satu jam lamanya. Di Grup Astra, penghobi fotografi ini mulai bekerja dari tahun 1989. Berikut ini petikan wawancara kami:
Astra Agro telah masuk lini bisnis olein dan pupuk. Ke depan, seperti apa rencana bisnis yang akan dijalankan perusahaan?
Bisnis utama Astra Agro berada di sektor hulu sawit. Memang bisnis ini harus berkembang karena terdapat core and value chain yang menariknya ke depan. Kami ingin membangun dari core business seperti pembibitan. Memang membuat varietas sendiri butuh waktu puluhan tahun. Setidaknya delapan terakhir sudah mengumpulkan koleksi bibit. Pengembangan varietas digunakan untuk internal seperti replanting. Sama halnya pengembangan bisnis pupuk.
Seperti apa arah pembangunan bisnis ini?
Kalau sepuluh tahun lalu, luasan lahan terus kami tambah. Cari lahan memungkinkan, resource masih ada. Kondisi sekarang berbeda karena lahan terbatas. Persyaratan juga semakin ketat. Namun, perusahaan tidak boleh stagnan. Idenya ke situ membangun pupuk dan olein.
Bisnis pupuk ini untuk sinergi. Selanjutnya refineri satu step semua di olein dan refined PKO. Tidak mungkin langsung loncat menjual minyak goreng.