Walaupun lahannya ditempati petani penggarap, PT Sandabi Indah Lestari berupaya memberikan solusi terbaik. Langkah penyelesaian mengutamakan dialog dan ganti untung.
“Kami mau membuka dialog dengan masyarakat. Solusi yang ditawarkan menyiapkan lahan bagi masyarakat atau memberikan ganti untung,” kata Hendro Prasetyo, General Manager PT Sandabi Indah Lestari dalam perbincangan dengan redaksi Majalah SAWIT INDONESIA pada awal Desember 2017.
Hendro menyayangkan siaran pers yang disebarkan Forum Petani Bersatu Seluma (FPBS) berkaitan tuduhan kepada PT Sandabi Indah Lestari. Dalam siaran persnya disebutkan bahwa perusahaan telah beroperasi di kampung masyarakat tanpa sosialisasi dan mengklaim lahan masyarakat sebagai lahan Hak Guna Usaha (HGU).
Lahan sengketa antara perusahaan dan petani berada di Desa Tumbuan, Lunjuk, Pagar Agung, Talang Prapat (Kecamatan Lubuk Sandi dan Kecamatan Seluma Barat), Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu. Bara konflik mulai timbul sekitar enam tahun lalu atau pada 2011 di lahan seluas 800 hektare.
PT Sandabi Indah Lestari adalah pemenang lelang lahan seluas 12.140 hektare eks HGU PT Way Sebayur di Kabupaten Seluma dan Bengkulu Utara pada 2012. Pemicu konflik berawal saat HGU PT Way Sebayur telantar bertahun-tahun yang selanjutnya dimasuki masyarakat penggarap. Ketika ditelantarkan oleh pemilik HGU, sementara itu pemerintah tidak menjaga lahan dari masuknya penggarap. Dampaknya adalah HGU itu dilelang lalu ketika ada pemenang mulai muncul konflik.
Kendati menang lelang, PT Sandabi Indah Lestari berusaha mencari jalan keluar atas persoalan konflik tersebut. Hendro Prasetyo menjelaskan bahwa pihak perusahaan mengedepankan dialog terbuka kepada masyarakat. Bahkan penyelesaian yang ditawarkan ganti untung bukan ganti rugi.
“Sebagai pemenang lelang, kami mau membayar lahan masyarakat penggarap. Harga lahan yang ditawarkan empat kali lipat dari harga normal,” jelas Hendro.
Saat ini dari lahan HGU seluas 2.812 hektare, kata Hendro, baru sekitar 1.400 hektare yang dibebaskan dari masyarakat. Hendro menyebutkan manajemen perusahaan berupaya menghindari konflik masyarakat melalui pembayaran uang damai. Mekanisme pembayaran ini melibatkan pemerintah kabupaten, DPRD, dan tokoh masyarakat.
Tidak cukup sampai disitu, usulan pemerintah daerah setempat disediakan lahan pengganti (inclave) seluas 550 hektare telah dikabulkan perusahaan. Lahan ini berasal dari HGU yang dikuasai PT Sandabi Indah Lestari di Desa Seluma. “Rencananya, masyarakat penggarap yang masih di dalam kebun selanjutnya dipindahkan ke lahan tadi,” kata Hendro.