Ratgone termasuk produk andalan PT Agricon di segmen pengendali tikus. Dipercaya pelaku sawit karena kualitas sudah teruji.
Bicara bagus atau tidaknya produk akan terlihat dari berapa lama produk tersebut diterima oleh konsumen. Ratgone yang diproduksi PT Agricon sudah dikenal semenjak 1996, yang awalnya bernama PYTHON 0.005 RMB . Mulai 2005, nama produk ini berubah menjadi RATGONE 0.005 BB.
Bahan aktif yang terkandung di dalam RATGONE 0.005 BB adalah Brodifakum 0,005%. Brodifakum merupakan bahan aktif pengendali tikus generasi kedua yang bersifat antikoagulan. Sementara pengendali tikus generasi pertama berasal dari bahan aktif Brodiolon .
Cara kerja brodifakum adalah menghambat proses koagulasi atau penggumpalan darah yang selanjutnya dapat memecah pembuluh darah kapiler. Keunggulan lain dari generasi kedua ini, menurut Bambang Widjajanto selaku GM PT Agricon, produk RATGONE 0.005 BB cukup diberikan satu umpan kepada tikus. Berbeda dengan bahan aktif generasi pertama yang umpannya perlu diberikan dalam jumlah 2-3 umpan, supaya tikus dapat mati. “Walaupun demikian, banyak sedikitnya umpan juga bergantung kepada berat badan tikus,” papar Bambang kepada SAWIT INDONESIA di kantornya yang berada di Bogor.
Bambang Widjajanto menuturkan bahan aktif RATGONE 0.005 BB memang sama dengan produk lain tetapi yang membedakan dari aspek formulasi. RATGONE 0.005 BB yang berbentuk butiran ini mempunyai kelebihan yaitu lebih disukai oleh tikus. Sebab, ada kandungan beras khusus sebagai campuran material pembuat RATGONE 0.005 BB.
Djoko Sunarno, Product Manager of Herbicide&Specialty Product PT Agricon, menjelaskan beras yang dipakai berasal dari beras pecah kulit yang disukai tikus. Tingginya kualitas beras pecah kulit membuat harga per kilonya relatif lebih mahal.
Menurut Bambang Widjajanto, kualitas produk sangatlah diperhatikan perusahaan supaya hasilnya membantu pekebun untuk kendalikan tikus. Disamping Brodifakum dan kandungan beras pecah kulit, menurutnya, masih ada bahan kandungan lain misalkan dicampur bahan pembau khusus supaya lebih disukai oleh tikus. “Selain itu, ada formula lain tapi itu rahasia dapur perusahaan kami,” ujarnya sambil tersenyum.
Butiran RATGONE 0.005 BB yang berbentuk trapesium memang modifikasi mutakhir perusahaan. Bambang Widjajanto mengatakan ukuran dan bentuk RATGONE 0.005 BB memperhatikan sifat dari tikus itu sendiri sebagai binatang pengerat. Karena, tikus itu senang mengerat benda yang mempunyai bidang kerat banyak. Tak hanya itu, umpan Ratgone ini mudah dibawa tikus ke tempat persembunyian. Artinya, ada peluang tikus lain akan memakan umpan tersebut.
Pertimbangan lain, butiran yang seperti trapesium ini demi keamanan pengguna. Bambang Widjajanto menjelaskan dulu racun tikus mirip dengan beras biasa yang cenderung membahayakan pengguna dan akibat fatal yaitu keracunan. Demi keamanan manusia, butiran tadi dilapisi lilin dan bentuknya dibuat khusus.
Dengan berat 3,3 gram per butir, umpan RATGONE 0.005 BB lebih mudah dibawa tikus. Hal inilah yang membuat produk ini bekerja efektif. Keuntungan lain, dengan berat tersebut satu kilogram Ratgone dapat berjumlah 320-330 butiran. Bambang Widjajanto menjelaskan jumlah sebanyak itu mempertimbangkan tanaman sawit yang jumlahnya 144 per hektare. Sehingga, pekebun dapat mengcover area yang lebih luas dan biaya per hektarnya akan lebih murah.
Warna RATGONE 0.005 BB yang kebiru-biruan akan membantu tikus dalam mengenali umpan. Bambang Widjajanto mengatakan tikus itu sebenarnya buta warna namun warna RATGONE 0.005 BB yang kebiruan akan terlihat terang membuat tikus tertarik untuk memakannya. Biru itu adalah warna ideal yang dapat diketahui serta dkenali tikus.
Bambang menyarankan umpan diletakkan di jalan tempat tikus lewat, piringan, kalau bisa dekat dengan pasar tikus sehingga mudah di lakukan kontrol ( sensus ). Setelah umpan dimakan tikus, Brodifakum akan bekerja dalam jangka waktu dua sampai tiga hari. Barulah tikus akan mati karena banyak alami pendarahan. Apabila,tikus mati di tempat itu juga khawatirnya tikus lain melihat sehingga akan menghindari umpan lainnya.
Dengan kualitas mumpuni RATGONE 0.005 BB, Bambang Widjajanto, berani mengajukan uji coba langsung dengan produk lain di lapangan. Maka dari itu, perusahaan terus melakukan pengembangan produk dengan meneliti efektivitas bahan aktif dan perbaikan formulasi untuk tahu selera tikus.
Saat ini, langkah konkrit pengembangn produk dilakukan perusahaan dengan membuat kemasan 10 kilogram. Djoko Sunarno mengutarakan hal ini dilakukan sebagai bagian dari permintaan konsumen terutama perkebunan besar. Sebenarnya lebih praktis dengan kemasan satu kilogram untuk menyebarkan umpan ke kebun. Namun demikian, perusahaan tetap mengakomodir permintaan pembeli.
Hingga sekarang, penjualan RATGONE 0.005 BB terus mengalami pertumbuhan setiap tahun. Kondisi ini bisa dimaklumi karena semakin berkembangnya perkebunan sawit membuat semakin meningkatnya perkebunan yang menggunakan produk RATGONE 0.005 BB
Bambang Widjajanto, General Manager Pestisida PT Agricon, mengatakan pangsa pasar RATGONE 0.005 BB lebih dari 90% diserap sektor perkebunan khususnya kelapa sawit. Sisanya, penjualan ke segmen food crop.
Kepada setiap pembeli, perusahaan selalu memberikan rekomendasi aplikasi penggunaan produk. Salah satunya, kata Bambang, disarankan memakai sarung tangan sehingga keringat dari tangan aplikator tidak mempengaruhi.Faktor lainnya adalah pertimbangan kesehatan aplikator.
PT Agricon sekarang ini sedang mempersiapkan pabrik baru yang berlokasi di Sentul, Bogor. Dengan pertimbangan mengantisipasi kapasitas produksi yang telah full utilisasinya. “Sekarang masih taraf desain pabrik yang direncanakan selesai tahun depan,” ungkap Bambang.
Bambang Widjajanto optimistis produknya tetap dapat bersaing dengan produk lain yang banyak bermunculan. Ditinjau dari harga, RATGONE 0.005 BB terbilang kompetitif dibandingkan rodentisida lain berdasarkan harga per kilo sama tetapi secara aplikasi lebih efisien 20%. Paling utama, PT Agricon terus berinovasi untuk mendapatkan produk pengendali tikus terbaik. Dukungan nyata adalah laboratorium perusahaan yang telah memiliki ISO 17025, di Indonesia hanya dua perusahaan yang punya. (Qayuum Amri)