Oleh: Dr. Ermanto Fahamsyah, S.H., M.H.
(Bagian Pertama-bersambung)
Aspek hukum masalah tanah untuk usaha perkebunan menjadi penting untuk dibahas, karena tanah sebagai salah satu sarana penting dalam usaha perkebunan. Salah satu aspek hukum terkait tanah untuk perkebunan yang penting untuk dikaji adalah pengaturannya dalam hukum positif di Indonesia dan dinamika perkembangannya.
Tanah untuk usaha perkebunan di Indonesia telah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, antara lain, pertama, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya disebut UUDNRI 1945. Pasal 33 UUDNRI 1945 dikenal sebagai pasal ideologi dan politik ekonomi Indonesia, karena di dalamnya memuat ketentuan tentang hak penguasaan Negara atas cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak; dan bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang harus dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Batang tubuh dan penjelasan UUDNRI 1945 sendiri tidak memuat penjelasan mengenai sifat dan lingkup hak menguasai dari Negara yang meliputi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Hanya diberikan penegasan bahwa karena merupakan pokok-pokok kemakmuran rakyat, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya harus dikuasai oleh Negara. Dalam penjelasan Pasal 33 ayat (3) hanya dinyatakan bahwa: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Baru dengan kelahiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang selanjutnya disebut UUPA, diberikan penjelasan resmi mengenai sifat dan lingkup Hak Menguasai dari Negara tersebut. Pernyataan tersebut merumuskan isi konsepsi khas Hukum Agraria Nasional Indonesia, yang dikenal sebagai konsepsi komunalistik religius, yang menegaskan hubungan kepunyaan bersama rakyat atau bangsa Indonesia dengan bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaaan alam yang terkandung di dalamnya yang bersifat perdata, tetapi bukan hubungan pemilikan. Sekaligus mengandung unsur hubungan publik dalam rangka mewujudkan amanat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam rangka mewujudkan amanat itulah, Negara Republik Indonesia diberikan serangkaian kewenangan, yang dirumuskan dalam Pasal UUPA, yang menegaskan sifat publik sekaligus lingkup hak menguasai dari Negara yang dimaksudkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUDNRI 1945. Atas dasar ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUDNRI 1945, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Hak Menguasai dari Negara yang dimaksud meliputi kewenangan untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa Indonesia; menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa tersebut; serta menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa tersebut. Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut digunakan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan, dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Dikuasai oleh Negara dalam Pasal 33 UUD 1945 tidak berarti Negara sendiri menjadi pengusaha, usahawan atau ondernemer. Lebih tepat dikatakan bahwa kekuasaan Negara terdapat pada membuat peraturan guna melancarkan jalan ekonomi, peraturan yang melarang pula “pengisapan” orang yang lemah oleh orang lain yang bermodal. Dengan demikian, penafsiran dari kalimat “dikuasai oleh Negara” dalam ayat (2) dan (3) Pasal 33 UUD 1945 tidak selalu dalam bentuk kepemilikan, tetapi utamanya dalam bentuk kemampuan untuk melakukan kontrol dan pengaturan serta memberikan pengaruh agar perusahaan tetap berpegang pada azas kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Bentuk hak menguasai dari Negara sebagaimana tersebut di atas salah satunya diwujudkan dengan melakukan pengaturan mengenai penggunaan hak atas tanah. Pengaturan penggunaan hak atas tanah tersebut ditujukan untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Kedua, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). UUPA merupakan salah satu dasar untuk membuat atau membentuk pengaturan yang berhubungan dengan penggunaan dan penguasaan hak atas tanah. Pasal 2 ayat (2) dan (3) UUPA memuat ketentuan bahwa semua peraturan perundang-undangan yang mengatur peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan tanah harus digunakan untuk mencapai kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara Hukum Indonesia yang merdeka berdaulat, adil dan makmur.