Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) berjalan melambat di tahun 2022. Petani sulit beradaptasi dengan syarat bebas lindung gambut di Permentan Nomor 03/2022. Masalah ini sampai ketelinga Presiden Joko Widodo.
Tahun ini adalah tahun terburuk Peremajaan Sawit Rakyat karena minimnya Rekomendasi Teknis (Rekomtek) yang diterbitkan Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Perkebunan. Hal ini diungkapkan Dr. Gulat ME Manurung, MP, CIMA (Ketua Umum DPP APKASINDO) dan Rino Afrino, Sekjen DPP APKASINDO (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia) dalam jumpa pers di awal 2023.
“Capaian PSR tahun 2022 menjadi sejarah terburuk. Realisasi program peremajaan sawit rakyat berada di titik terendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,” ujar Gulat.
Realisasi program Peremajaan Sawit Rakyat ditahun 2022 mencapai titik yang terendah dibanding tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan tabulasi sekretariat DPP APKASINDO, tercatat usulan PSR tahun 2022 yang mendapatkan rekomtek dari Ditjenbun sekitar 17.908 ha (9,8%) dari total target 180.000 ha/tahun. Bahkan beberapa provinsi gagal atau realisasi nol persen dalam mengikuti PSR yaitu Provinsi Riau, Bengkulu, Banten, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Gorontalo, Papua Barat dan Papua.
Akibat dari data yang diterbitkan APKASNDO, pelaku sawit mulai dari petani, pemerintah daerah dan Kementerian Pertanian Pertanian menjadi riuh. Data resmi yang dikeluarkan Ditjen Perkebunan, realisasi capaian rekomendasi teknis program PSR selama tahun 2022 seluas 17.587 ha. Angka Ditjen Perkebunan bahkan lebih rendah 321 ha dari data yang APKSINDO.
Andi Nur Alamsyah, Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian RI meminta semua pihak supaya capaian program PSR ini harus diapresiasi karena dalam pelaksanaanya dihadapkan tantangan yang berat. Misalnya, minat pekebun untuk berpartisipasi program peremajaan serta aspek legalitas dan status lahan. Minat Pekebun menurutnya, sangat memiliki korelasi dengan harga TBS yang relatif meningkat pasca larangan ekspor produk kelapa sawit, sehingga sangat berpengaruh terhadap capaian pada program PSR.
“Demi kebutuhan petani, Permentan ini terus disempurnakan sehingga dapat atasi kondisi di lapangan, saat ini sedang proses harmonisasi di Kemenkumham,” janji Andi dalam siaran pers resminya.
Dalam kajian APKASINDO bahwa penyebab utamanya adalah lambannya birokrasi dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 03 tahun 2022 (Permentan 03/2022). APKASINDO mencatat bahwa semenjak posisi Direktur Jenderal Perkebunan kosong terhitung mulai bulan Mei 2021 s/d juli 2022, sehubungan dengan diangkatnya bapak Kasdi Subagyono menjadi Sekretaris Jenderal Kementan, tercatat realisasi PSR mulai tahun 2021 menurun tajam di banding tahun 2020 dan 2019. Realisasi 2021 hanya mencapai 27.746 ha atau 15% dari target 180.000 ha/tahun sedangkan di tahun 2020 dan 2019 mencapai 91.994 ha (51%) dan 88.339 ha (49%).
Permasalahan birokrasi terlihat juga pada operasionalisasi Permentan 03/2022, dimana permentan tersebut sudah di keluarkan bulan Februari 2022, namun baru operasional di bulan Juli. Itu pun tidak langsung jalan dikarenakan perlu beberapa penyesuaiaan serta sosialisasi. Situasi kemudian diperparah ketika semua usulan yang sudah masuk sebelum permentan di keluarkan dikembalikan lagi kepada petani untuk diperbaiki sesuai permentan yang baru.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 135)