Bagian II
Pada fase capital-driven dan innovation-driven, peran dan kontribusi riset sawit semakin besar dibandingkan dengan fase factor-driven sebelumnya. Selain teknologi pada fase industrialisasi lanjutan tersebut bersifat pada ilmu pengetahuan dan teknologi (knowledge intensive) juga muncul tuntutan baru secara internasional yankni berkelanjutan (sustainability). Sebagaimana dikemukakan world bank (2012) dalam pembangunan berkelanjutan tidak cukup hanya menggunakan green tecnology saja, tetapi juga inculusive growth. Industri lanjutan sawit selain menggunakan teknologi ramah lingkungan juga menghasilkan manfaat ekonomi, sosial dan ekologis secara inklusif dan berkelanjutan.
Pada sektor hulu dan sektor kebun sawit, kegiatan riset secara multidisiplin dihartapkan mampu meningkatkan produktivitas minyak (CPO dan PKO) per hektar, kebun-kebun sawit dari sekitar 5 ton saat ini menjadi 8-10 ton baik pada kebun sawit korporasi maupun (terutama) kebun sawit rakyat. Peningkatan produktivitas tersebut dilakukan dengan mengunakan teknologi dan manajemen yang lebih ramah lingkungan, dan menguntungkan secara ekonomi.
Kegiatan riset pada sektor hilir secara multidisiplin diharapkan mempercepat pendalaman hilirisasi industri sawit nasional sehingga dihasilkan berbagai jenis produk-produk hilir dengan nilai tambah yang lebih tinggi. Selain saat ini Indonesia mampu menghasilkan minyak sawit (CPO dan PKO) sekitar 35 juta ton per tahun, juga menghasilkan biomas sawit (tandan kosong, serabut, cangkang dan lainnya) sekitar 176 juta ton bahan kering pertahun dan telah terkumpul di PKS. Pada level teoritis (invention) dari minyak sawit dan biomas sawit dapat dihasilkan ratusan produk oleofood complex, oleokimia complex maupun biofuel complex. Melalui riset inovasi bisnis diharapkan dapat merubah invention tersebut menjadi produk-produk yang marketable.
Sumber : GAPKI